Polisi Pasang Garis di Lokasi Tambang Galian C Pemicu Kasus Polisi Tembak Polisi
Polres Solok Selatan telah memasang garis polisi di lokasi tambang galian C yang diduga menjadi pemicu insiden penembakan sesama anggota kepolisian.
Tambang ilegal tersebut terletak di aliran Sungai Batang Bangko, Jorong Bangko, Nagari Bomas, Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan, Sumatra Barat.
Kasi Humas Polres Solok Selatan, Iptu Tri Martin, menyampaikan bahwa langkah ini diambil untuk memastikan tidak ada lagi aktivitas tambang ilegal di lokasi tersebut.
"Kami tidak mentoleransi segala bentuk aktivitas ilegal di wilayah ini dan berkomitmen untuk memberantas hingga tuntas," ujar Iptu Tri Martin, Senin (25/11/2024).
Saat petugas mendatangi lokasi untuk memasang garis polisi, suasana di tempat kejadian perkara (TKP) terlihat sepi tanpa adanya pekerja.
Tambang ilegal tersebut diduga menjadi pemicu utama penembakan terhadap Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, AKP Ryanto Ulil Anshar, yang kini dianugerahi pangkat anumerta menjadi Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar.
Sebelumnya, Kompol Anumerta Ryanto tewas ditembak dua kali di area parkir Mapolres Solok Selatan oleh Kabag Ops AKP Dadang Iskandar.
AKP Dadang, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka, diduga tidak senang atas tindakan penangkapan pelaku tambang ilegal yang dilakukan oleh korban.
Selain menembak korban, tersangka juga dilaporkan menembaki rumah dinas Kapolres Solok Selatan.
Tambang Ilegal dan Dampak Sistemik
Tambang ilegal galian C di Solok Selatan dinilai menjadi persoalan yang tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menciptakan dampak negatif pada aspek ekonomi dan sosial.
Eksekutif Daerah Walhi Sumatera Barat, Abdul Aziz, menilai kasus penembakan ini tidak sekadar konflik personal antara polisi, tetapi juga mencerminkan kejahatan lingkungan yang melibatkan aparat.
"Kasus ini seakan mengonfirmasi kejahatan lingkungan tambang ilegal dibekingi oknum-oknum pejabat polisi di lapangan," ujar Abdul Aziz.
Menurutnya, tambang ilegal di Sumatra Barat mudah ditemukan, mulai dari wilayah perkampungan hingga kawasan hutan, daerah aliran sungai, dan area pertanian.
"Negara seakan tidak berdaya mengatasinya. Belum ada pejabat Sumbar yang bernyali dan tegas mengatakan ini bisnis ilegal penguasa, pengusaha, serta penegak hukum pelaku kejahatan lingkungan,” tegasnya.
Praktik tambang ilegal sering kali melibatkan perlindungan dari oknum aparat, penerimaan suap, hingga kepentingan finansial.
Abdul Aziz menambahkan bahwa konflik kepentingan ini menghambat penegakan hukum yang seharusnya melindungi lingkungan dan masyarakat.
Tuntutan Transparansi
Kasus ini menuntut transparansi dan langkah tegas dari penegak hukum untuk memastikan bahwa tambang ilegal tidak lagi menjadi sumber konflik dan kerusakan lingkungan di Sumatra Barat.(*)