Deretan Kasus Kriminalisasi Guru di Indonesia: Supriyani, Marsono, dan Khusnul Khotimah
Berikut ini adalah deretan kasus kriminalisasi terhadap guru, termasuk guru honorer asal Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), bernama Supriyani.
Selain Supriyani, seorang guru di Jombang, Jawa Timur, juga dilaporkan ke polisi atas dugaan kelalaian yang menyebabkan seorang siswa terluka.
Tak hanya itu, baru-baru ini, seorang guru Sekolah Dasar (SD) di Wonosobo, Jawa Tengah, dilaporkan karena melerai muridnya yang berebut bola.
Kasus Supriyani tengah menjadi sorotan publik. Supriyani saat ini dalam proses sidang terkait dugaan penganiayaan terhadap muridnya, D, yang masih duduk di bangku kelas satu SD. Ia dilaporkan oleh orang tua D, NF, dan Aipda WH, yang merupakan Kanit Intelijen Polsek Baito, pada April 2024.
Kasus ini kemudian menjadi viral di media sosial pada 21 Oktober 2024. Dalam kronologis yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat sidang pada Kamis (24/10/2024), Supriyani disebutkan memukul korban menggunakan sapu ijuk saat bermain bersama teman-temannya. Meski demikian, D diketahui sempat mengaku kepada sang ibu bahwa ia terluka karena terjatuh di sawah. Namun, saat didesak oleh ayahnya, D mengubah pengakuannya dan mengatakan bahwa ia dianiaya oleh Supriyani.
Upaya mediasi telah beberapa kali dilakukan, namun mengalami jalan buntu. Supriyani sendiri membantah tuduhan itu, tetapi ia tetap diproses secara hukum, bahkan ditahan. Saat ini, kasus Supriyani masih bergulir dan guru honorer tersebut tengah menjalani proses sidang. Eksepsi yang diajukan pihaknya ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Andoolo dalam sidang putusan sela pada Selasa (29/10/2024).
Kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan, meragukan hasil visum D yang dijadikan sebagai bukti. Menurutnya, D melakukan visum berdasarkan surat pengantar yang dibuat oleh orang tuanya sendiri. Andri juga menduga ada rekayasa dalam kasus yang menjerat kliennya. Dugaan itu muncul karena terdapat perbedaan kesaksian antara orang tua korban dengan seorang guru bernama Lilis.
Di Wonosobo, guru olahraga SD bernama Marsono dilaporkan ke polisi oleh orang tua siswa, AS, atas dugaan kekerasan pada September 2024. Sejak masuknya laporan terhadap Marsono, upaya mediasi telah dilakukan beberapa kali, namun gagal. AS melaporkan Marsono setelah anaknya mengaku ditampar oleh sang guru.
Marsono membeberkan kronologi menurut versinya. Ia mengaku hanya berusaha melerai anak AS yang berebut bola saat hendak menuju alun-alun untuk berolahraga. Menurutnya, ia tidak berniat melukai anak didiknya. Kasus pelaporan terhadap Marsono ini kemudian berakhir damai setelah menjalani mediasi pada 29 Oktober 2024.
Sementara itu, guru SD asal Jombang, Khusnul Khotimah, dilaporkan ke polisi setelah seorang siswanya mengalami cedera di bagian mata ketika jam pelajaran kosong. Khusnul ditetapkan sebagai tersangka pada 7 Mei 2024. Insiden ini bermula saat seorang siswa bermain gagang sapu ketika jam pelajaran kosong pada Januari 2024. Pecahan gagang sapu itu kemudian mengenai siswa lainnya hingga mengakibatkan cedera mata. Korban kemudian dinyatakan menderita glaukoma dan kerusakan saraf retina mata hingga terancam cacat permanen.
Saat kejadian, Khusnul diketahui tidak berada di dalam kelas. Ia kemudian dianggap lalai hingga menyebabkan anak didiknya cedera. Meski demikian, Khusnul tidak ditahan karena penyidik mempertimbangkan kondisinya yang memiliki anak kecil.
Kasus-kasus ini menunjukkan tantangan yang dihadapi para guru dalam menjalankan tugas mereka di tengah meningkatnya risiko kriminalisasi.(*)