Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Dinilai Melanggar Wewenang Presiden dan DPR Periode 2024-2029

JAKARTA — Rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, yang dijadwalkan berlaku mulai 1 Januari 2025, menuai penolakan dari berbagai pihak. Kebijakan ini dianggap melanggar wewenang presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2024-2029.

Kenaikan PPN tersebut tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 2021. Menurut Pasal 7 ayat (1) huruf b dalam UU tersebut, tarif PPN sebesar 12 persen diatur untuk berlaku paling lambat 1 Januari 2025. Namun, sejumlah pengamat menilai bahwa kebijakan ini tidak seharusnya diputuskan oleh pemerintah yang baru, mengingat perubahan tarif pajak adalah kebijakan fiskal yang menjadi wewenang presiden dan DPR yang sedang menjabat pada periode tersebut.

Sejumlah kelompok masyarakat, termasuk pengusaha dan organisasi konsumen, menyuarakan penolakan terhadap kenaikan PPN ini. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), dan Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) menyatakan keberatan karena kenaikan tarif pajak ini dipandang akan semakin memperburuk daya beli masyarakat yang sudah melemah. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga turut menentang kebijakan ini dengan alasan bahwa masyarakat akan semakin terbebani.

Dalam pandangan banyak pihak, kenaikan PPN ini tidak dapat dibenarkan, mengingat kondisi ekonomi Indonesia yang masih terpuruk dengan deflasi yang berlangsung selama tujuh bulan berturut-turut, penurunan jumlah penduduk kelas menengah, serta tingginya tingkat pengangguran. Pemerintah dinilai seharusnya lebih fokus pada pemulihan ekonomi dan peningkatan daya beli masyarakat, bukan menambah beban pajak yang hanya akan memperburuk keadaan.

Menanggapi protes yang berkembang, beberapa fraksi DPR periode 2024-2029 juga menyatakan keberatannya terhadap kenaikan PPN tersebut. Mereka meminta agar kenaikan tarif pajak ini ditunda atau dievaluasi kembali, mengingat kondisi perekonomian yang masih belum stabil.

Kenaikan PPN ini sempat menjadi pembicaraan hangat pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, seiring dengan berakhirnya masa jabatan Jokowi pada 20 Oktober 2024, kebijakan tersebut kini jatuh ke tangan pemerintahan yang baru di bawah Presiden Prabowo Subianto. Banyak pihak berpendapat bahwa perubahan tarif pajak seperti ini seharusnya menjadi wewenang pemerintah yang baru, karena dampaknya yang besar terhadap perekonomian masyarakat.

Dengan adanya protes dari berbagai elemen masyarakat, banyak yang berharap agar kebijakan kenaikan PPN ini dapat ditinjau ulang oleh pemerintah dan DPR periode 2024-2029. Pasal yang mengatur kenaikan tarif PPN dalam UU HPP ini dinilai bertentangan dengan prinsip wewenang pemerintahan yang sah. Oleh karena itu, beberapa pihak menuntut agar kebijakan tersebut dibatalkan demi hukum.

Seiring dengan perkembangan ini, protes masyarakat melalui petisi menolak kenaikan PPN terus bergema, mencerminkan keresahan yang semakin meluas terkait dampak dari kebijakan fiskal yang direncanakan tersebut.

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved