Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengungkapkan bahwa Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) masih melakukan manuver politik meskipun telah lengser dari jabatan. Menurut Hasto, Jokowi melanjutkan pengaruh politiknya melalui apa yang ia sebut sebagai 'Partai Cokelat', yakni Polri.
Hasto menjelaskan bahwa meskipun secara teoritis kekuasaan seharusnya tidak bisa melakukan manuver politik setelah seseorang meninggalkan jabatannya, Jokowi tetap memiliki kekuatan politik berkat penempatan jabatan strategis yang dilakukannya sebelum lengser. Salah satu contoh yang disebutkan adalah penunjukan Listyo Sigit Prabowo sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), yang menurutnya melompati lima angkatan dan terjadi karena kedekatan personal antara Jokowi dan Listyo.
"Pak Jokowi tanpa dukungan 'Partai Cokelat' bukan siapa-siapa, tetapi justru instrumen kekuasaan itulah yang kemudian dimainkan," ujar Hasto dalam Podcast Akbar Faizal Uncensored, Sabtu (23/11/2024).
Hasto juga menyoroti pengaruh Jokowi terhadap berbagai aspek pemerintahan dan politik, termasuk mencampuri proses demokratisasi dan meritokrasi. Ia menyinggung sikap Jokowi terhadap Pramono Anung, yang sempat mempertanyakan rekam jejak Pramono meskipun mantan Menteri Sekretaris Negara itu merupakan pihak yang merekomendasikan Jokowi untuk menjadi Wali Kota Solo.
"Pak Jokowi mematikan meritokrasi termasuk proses demokratisasi dengan campur tangannya, itu yang saya persoalkan," tegas Hasto.
Lebih lanjut, Hasto menambahkan bahwa 'Partai Cokelat' bahkan telah memasuki ruang-ruang agama seperti gereja demi kepentingan politik dan kekuasaan. Ia membagi Polri menjadi tiga kluster, pertama yang ia sebut Polri Merah Putih, yaitu Polri yang menegakkan hukum secara presisi dan bersih. Kedua, kluster 'Partai Cokelat' yang disebutnya terlibat dalam praktik-praktik yang merugikan integritas Polri, termasuk peran Listyo Sigit dalam kasus yang terungkap di Mahkamah Konstitusi. Terakhir, kluster 'abu-abu', yang menurut Hasto, merupakan kelompok yang tidak jelas posisinya dalam penegakan hukum.
Hasto berharap agar marwah Polri dapat dikembalikan ke jalurnya yang seharusnya, yakni menjadi institusi yang benar-benar berasal dari rakyat dan menegakkan hukum dengan keadilan. "Kita ingin mengembalikan marwahnya, marwah Polri pada kesejatiannya yang berasal dari rakyat, yang presisi dalam menegakkan hukum dan keadilan," tandasnya.(*)