Dedi Kurnia Syah Menilai Pernyataan Hasto Kristiyanto Hanya Kecurigaan
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai pernyataan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, yang menyebut adanya rencana 'jahat' yang melibatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan 'Partai Cokelat', bisa saja hanya sebuah kecurigaan biasa.
"Secara umum, apa yang disampaikan Hasto merupakan kecurigaan umum, hanya saja memang tidak ada yang bisa membuktikan secara konkret," ucap Dedi saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (23/11/2024).
Dedi menilai bahwa pernyataan Hasto yang mengidentikkan Partai Cokelat dengan Polri bisa menjadi bahan pertimbangan bagi Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk mengklarifikasi keterkaitannya dengan Pilkada 2024 dan Jokowi.
"Statement Hasto perlu diapresiasi, bukan soal ia musuh politik Jokowi, tetapi statement itu potensial menambah buruk kepolisian dan Kapolri. Itulah sebabnya harus mendapat dukungan publik agar ada proses dan respons, supaya ada kepastian," kata Dedi.
Ia menambahkan bahwa tuduhan terkait keberpihakan Polri terhadap kepentingan keluarga Jokowi sudah muncul sejak Pilpres lalu.
"Dari Pilpres lalu, memang banyak tuduhan yang mengarah pada keberpihakan Polri terhadap kepentingan keluarga Jokowi," ujarnya.
Dedi juga menyatakan bahwa jika Polri tidak segera memberikan klarifikasi, bisa jadi kelompok yang lebih percaya pada pernyataan Hasto akan semakin besar.
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan Presiden Jokowi dalam Pilkada 2024 dengan melibatkan 'Partai Cokelat'. Dalam sebuah siniar yang dipandu oleh politikus Akbar Faizal, Hasto mengungkapkan adanya mobilisasi pemenangan pilkada di beberapa wilayah, termasuk Sumatera Utara, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Hasto menilai bahwa ambisi kekuasaan Jokowi tidak berhenti, dengan adanya upaya penempatan keluarga, seperti Bobby Nasution di Sumatera Utara. Hasto juga mengungkapkan informasi mengenai dana mobilisasi yang cukup besar untuk mendukung pemenangan pilkada.
"Saya dapat informasi cukup akurat bahwa setelah Jokowi turun dari Jakarta, dimobilisasi dana hampir Rp200 miliar, itu pun permintaan dari Rp400 miliar," ungkap Hasto.
Menurut Hasto, hal tersebut menunjukkan bahwa pilkada yang seharusnya berlangsung secara demokratis justru disetting sedemikian rupa untuk membungkam kedaulatan rakyat.(*)