Presiden Prabowo Subianto membuat pernyataan mengejutkan dalam KTT G20 di Brasil, mengakui bahwa 25% anak-anak Indonesia mengalami kelaparan setiap hari. Pernyataan ini menyoroti tingginya tingkat kemiskinan yang masih melanda Indonesia, meskipun negara ini sudah menjadi bagian dari G20.
Menurut Prabowo, keanggotaan Indonesia dalam G20 tidak bisa dijadikan alasan untuk berbangga, karena kondisi rakyat yang masih miskin harus menjadi prioritas. "Kita tidak bisa berbangga hanya karena menjadi bagian dari G20, sementara rakyat kita masih miskin," tegasnya. Ia menekankan perlunya reorientasi pembangunan, dengan fokus pada kesejahteraan dasar sebelum pembangunan infrastruktur besar.
Pengamat politik Rocky Gerung menilai pernyataan Prabowo ini sebagai kritik terhadap kebijakan pembangunan pada era Presiden Joko Widodo. Menurut Gerung, pembangunan infrastruktur besar-besaran yang digalakkan Jokowi sering kali lebih mengutamakan pencitraan daripada pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. “Proyek mercusuar ini akhirnya hanya menjadi ‘pameran’ bagi dunia internasional, sementara rakyat menderita,” ujarnya.
Gerung juga menyoroti dampak jangka panjang dari kebijakan tersebut terhadap generasi mendatang. Kekurangan gizi pada anak-anak, kata Gerung, dapat menurunkan kecerdasan dan produktivitas mereka, yang pada gilirannya bisa menghilangkan potensi bonus demografi yang diharapkan.
Selain itu, Prabowo juga menghadapi tantangan ekonomi domestik, salah satunya adalah penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang dikhawatirkan dapat menambah beban rakyat dan memperburuk inflasi. Ia juga mencatat bahwa keterbatasan anggaran akibat utang negara yang besar memaksa pemerintah untuk menunda atau menghentikan proyek infrastruktur yang tidak esensial.
Rocky Gerung mencatat perbedaan gaya kepemimpinan antara Prabowo dan Jokowi. Jika Jokowi lebih fokus pada pembangunan infrastruktur fisik, Prabowo lebih memilih pendekatan berbasis kesejahteraan sosial. Gerung juga mengkritik langkah Wakil Presiden Gibran Rakabuming yang sering tampil di media, yang dinilai lebih sebagai “pencitraan” daripada memberikan solusi nyata bagi masalah rakyat.
Dalam menghadapi situasi ekonomi yang menantang, Gerung memprediksi bahwa Prabowo akan melakukan reshuffle kabinet untuk meningkatkan efisiensi pemerintahan. “Kabinet terlalu besar, birokrasi panjang, dan beberapa menteri memiliki kasus yang bisa menjadi alasan untuk pergantian,” ujarnya.
Pernyataan Prabowo di forum internasional ini dianggap sebagai langkah berani untuk mengakui kelemahan dan meminta perhatian dunia terhadap kondisi Indonesia. Tantangan terbesar bagi Prabowo sekarang adalah memastikan bahwa langkah-langkah nyata diambil untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, bukan hanya sekadar retorika.
Dengan fokus baru pada kebijakan yang pro-rakyat, diharapkan Prabowo dapat membawa Indonesia keluar dari jerat kemiskinan dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.(*)