Jakarta - Polda Metro Jaya membenarkan bahwa Alwin Jabarti Kiemas, seorang pengusaha yang juga menjabat sebagai CEO PT Djelas Tandatangan Bersama, termasuk salah satu tersangka dalam kasus dugaan perlindungan situs judi online (judol) yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
"Benar (AJ adalah Alwin Jabarti Kiemas)," ungkap Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Wira Satya Triputra dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Senin (25/11/2024).
Kasus ini melibatkan 24 orang yang sudah ditangkap, sementara empat lainnya masih buron. Dari 24 tersangka, sembilan di antaranya adalah pegawai Komdigi, dan sisanya merupakan warga sipil. Setiap tersangka memiliki peran yang berbeda dalam jaringan tersebut.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto menyatakan, empat orang yang berperan sebagai bandar atau pengelola situs judi online terdaftar sebagai DPO, yaitu berinisial A, BN, HE, dan J. Selain itu, tujuh tersangka lainnya berperan sebagai agen pencari situs judi online, yakni B, BS, HF, BK, JH, F, dan C.
"Tiga orang lainnya, A alias M, MN, dan DM, bertugas untuk mengumpulkan daftar situs judi online dan menampung uang setoran dari agen," kata Karyoto.
Tersangka Alwin Jabarti Kiemas dan satu lainnya, AK, berperan dalam memfilter atau memverifikasi situs judi online agar tidak terblokir. Sementara itu, sembilan pegawai Komdigi bertugas mencari situs judi online dan melakukan pemblokiran.
"Dua orang lainnya, D dan A, berperan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sementara satu orang berinisial T merekrut dan mengoordinir para tersangka untuk menjaga dan melakukan pemblokiran terhadap situs judi online," tambahnya.
Menurut Karyoto, meskipun Komdigi memiliki kewenangan untuk memblokir situs judi online, oknum-oknum di dalamnya justru memanfaatkan wewenang tersebut untuk keuntungan pribadi. Mereka melindungi ribuan situs judi online di sebuah kantor satelit yang berlokasi di Jakasetia, Bekasi Selatan.
Polisi juga telah menggeledah kantor satelit dan Kementerian Komdigi pada 1 November 2024, serta dua tempat penukaran uang (money changer). Dalam penggeledahan tersebut, ditemukan bukti terkait penyalahgunaan wewenang ini.
Sejauh ini, pihak kepolisian masih melanjutkan penyelidikan dan mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan ini.(*)