Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Berbahaya! FSGI Ungkap 'Risiko' Jika Sistem Zonasi Dihapus Seperti Keinginan Gibran

 

FSGI Soroti Risiko Jika Sistem Zonasi PPDB Dihapus

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengungkapkan sejumlah risiko yang dapat terjadi jika sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dihapus, seperti yang diusulkan oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming.

FSGI menegaskan bahwa jika sistem zonasi dihilangkan, tidak ada jaminan mayoritas anak Indonesia, terutama dari keluarga kurang mampu, dapat mengakses sekolah negeri.

Wakil Sekjen FSGI, Mansur, mengungkapkan bahwa minimnya jumlah sekolah negeri di Indonesia menjadi kendala utama. Ia menyebutkan bahwa selama puluhan tahun, tidak ada penambahan signifikan pada jumlah SMA Negeri, SMK Negeri, maupun SMP Negeri.

"Kekurangan sekolah negeri menjadi perhatian setelah Kemendikbud menerapkan sistem zonasi pada 2017," kata Mansur, Minggu (24/11/2024).

Sebelum sistem zonasi diberlakukan, pelaksanaan PPDB hampir tidak pernah mengalami gejolak selama lima dekade. Namun, FSGI mencatat bahwa sistem sebelumnya cenderung menyerahkan mekanisme penerimaan kepada pasar.

Akibatnya, negara dianggap minim hadir dalam menyediakan akses pendidikan yang merata dan terjangkau bagi seluruh masyarakat. Sistem lama lebih menguntungkan kelompok ekonomi mapan yang memiliki banyak pilihan sekolah.

Mansur menambahkan bahwa anak-anak dari keluarga kurang mampu sering kali tidak diterima di sekolah negeri. Mereka umumnya pasrah karena kalah bersaing dengan anak-anak dari keluarga mampu yang memiliki akses lebih baik terhadap pendidikan.

Penelitian Balitbang Kemendikbud selama delapan tahun menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga kurang mampu justru mengeluarkan biaya pendidikan lebih tinggi karena gagal masuk sekolah negeri.

Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, menyebut bahwa sistem zonasi dirancang untuk memastikan kehadiran negara dalam menjamin akses pendidikan bagi semua kalangan.

"Baik pintar atau tidak, kaya atau miskin, sistem zonasi sesuai dengan amanat konstitusi RI," jelas Retno.

Sekjen FSGI, Heru Purnomo, menilai bahwa akar masalah sebenarnya terletak pada kurangnya political will pemerintah daerah untuk membangun sekolah negeri baru.

Ia menjelaskan bahwa meskipun sistem PPDB diubah, masalah tetap akan sama jika tidak ada upaya pembangunan sekolah negeri, khususnya SMA dan SMK.

"Permasalahan utama adalah hanya sekitar 30-40 persen peserta didik yang dapat mengakses sekolah negeri karena jumlahnya sangat minim," pungkas Heru.

Survei FSGI: Mayoritas Guru Dukung Sistem Zonasi dan Penghapusan UN

Survei Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menunjukkan bahwa 72,3 persen guru mendukung sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tetap dipertahankan.

Sebanyak 27,7 persen responden setuju sistem zonasi dihapus.

Selain itu, survei ini mengungkap bahwa mayoritas guru, sebanyak 87,6 persen, mendukung penghapusan Ujian Nasional (UN). Sementara itu, 12,4 persen responden masih menginginkan UN tetap dilaksanakan.

Berikut adalah alasan-alasan yang mendasari dukungan penghapusan Ujian Nasional (UN):

1. Mencegah Kecurangan
Pelaksanaan UN sebagai penentu kelulusan menimbulkan banyak kecurangan yang bersifat sistematis, terstruktur, dan masif.

2. Mengurangi Tekanan Psikologis
UN memberikan tekanan psikis pada siswa, yang dapat memengaruhi kondisi mental mereka selama ujian.

3. Ketidaksesuaian Standar Pendidikan
Standar pendidikan yang berbeda di setiap daerah dan sekolah membuat UN tidak tepat dijadikan acuan kelulusan.

4. Sebagai Alat Pemetaan Kualitas
UN lebih cocok digunakan sebagai parameter pemetaan kualitas pendidikan. Namun, pelaksanaannya tidak perlu setiap tahun dan hanya mencakup sampel sekolah tertentu.

5. Sesuai Amanat Undang-Undang
Fungsi UN sebagai parameter pemetaan kualitas pendidikan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

6. Kondisi Sekolah yang Tidak Merata
Ketimpangan kualitas sekolah membuat UN sebagai penentu kelulusan menjadi tidak adil.

7. Peningkatan Pemerataan Mutu Pendidikan
UN dapat kembali dilaksanakan setelah kualitas sekolah di seluruh Indonesia merata, sehingga memenuhi rasa keadilan.

8. Evaluasi Alternatif Baru
Evaluasi terhadap Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) sebagai pengganti UN perlu dilakukan untuk memastikan efektivitasnya dalam lima tahun terakhir.

Alasan-alasan tersebut mencerminkan pandangan guru bahwa evaluasi pendidikan harus berorientasi pada keadilan dan peningkatan mutu pendidikan secara merata.(*)

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved