Penunjukan Babe Haikal sebagai Kepala BPJPH Memicu Beragam Reaksi Publik
Penunjukan Haikal Hasan, yang dikenal sebagai Babe Haikal, oleh Presiden Prabowo sebagai Kepala Badan Pelaksana Jaminan Produk Halal (BPJPH) telah memicu beragam reaksi di masyarakat. Beberapa pihak mempertanyakan kapabilitasnya dalam memimpin lembaga yang memiliki tanggung jawab strategis ini, terutama mengingat latar belakang pendidikannya yang lebih mengarah ke bidang Informatika dan Teknik Industri.
Di sisi lain, pengalaman Babe Haikal sebagai mubaligh aktif dalam kegiatan dakwah, terutama dengan pandangan Islamis yang tegas, menambah perdebatan mengenai kredibilitasnya dalam menangani sertifikasi halal di Indonesia. Sebelumnya, ia dikenal sebagai tokoh yang mengkritik kebijakan Presiden Jokowi dan memimpin Gerakan 212, sebuah gerakan Islamis yang menonjol pada tahun 2016 dan 2017. Namun, kini ia tampak lebih condong mendukung arah politik Jokowi-Prabowo, bahkan aktif berkampanye untuk Prabowo pada Pemilu 2024.
Perubahan sikap ini menuai kontroversi di kalangan pendukungnya yang dahulu, terutama setelah ia dikeluarkan dari keanggotaan PA 212. Kepemimpinannya di BPJPH ditantang oleh kompleksitas dan kerumitan proses sertifikasi halal yang dihadapi industri di Indonesia. Proses sertifikasi halal di negara ini tergolong panjang dan melibatkan pemeriksaan ketat di setiap tahap, mulai dari bahan baku hingga pengemasan.
Banyak industri besar berharap prosedur ini dapat disederhanakan tanpa mengurangi legitimasi halal, seperti yang telah dilakukan oleh negara-negara tetangga seperti Singapura. Meskipun demikian, aturan sertifikasi di Indonesia tetap berpegang pada prinsip-prinsip fikih mazhab Syafi’i, yang menuntut proses yang tidak singkat.
Babe Haikal diharapkan dapat memastikan bahwa BPJPH tidak hanya berfokus pada kepatuhan syariah, tetapi juga mempertimbangkan aspek ekonomi bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Penerapan wajib sertifikasi halal yang akan dimulai pada Oktober 2024 diperkirakan akan membawa tantangan baru, terutama bagi sektor UMKM yang mungkin kesulitan memenuhi regulasi ini. Jika ketentuan ini tidak diiringi pemahaman mendalam mengenai kondisi sosial ekonomi, ada risiko bahwa sertifikasi halal akan menjadi beban tambahan bagi usaha kecil dan menengah, alih-alih menjadi peluang untuk pertumbuhan.
Dengan perubahan sikap dan peran politik Babe Haikal yang kontroversial, serta kehadirannya di BPJPH, tantangan besar ada di depan mata. Publik akan terus memantau apakah Babe Haikal dapat membawa BPJPH menjadi lembaga yang responsif terhadap perkembangan industri halal, atau sebaliknya, justru menghadapi hambatan dalam memenuhi target Indonesia sebagai pusat industri halal dunia.
Syafiq Hasyim, sebagaimana dilansir oleh Cokro TV, menyatakan harapannya agar kepemimpinan Babe Haikal dapat mengubah BPJPH dari kesan sebagai badan yang konservatif dan tidak menjadikannya seolah-olah sebagai "polisi syariah" dalam hal makanan dan minuman.***