Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Masyarakat Adat Turun ke Jalan, Suarakan 11 Dosa Jokowi Yang Mesti 'Dicuci' Prabowo

Ratusan masyarakat adat dari berbagai pelosok daerah yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Kawal Masyarakat Adat (Gerak Masa) menggelar aksi di kawasan Patung Kuda, di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Jumat (10/11/2024).

Pantauan Inilah.com , para peserta aksi turun ke jalan mengenakan pakaian adat khas daerah masing-masing. Serta membawa bendera kelompok organisasi masing-masing.

Koordinator Umum, Rukka Sombolinggi mengatakan para masyarakat adat melakukan aksi untuk memperingatkan 11 dosa pemerintah Presiden Joko Widodo dan mendesak pemerintah selanjutnya Prabowo-Gibran mencuci dosa tersebut.

“Tegakkan konstitusi, pulihkan hak-hak masyarakat adat, sahkan UU masyarakat adat!,” kata Rukka melalui keterangannya.

Adapun dosa-dosa yang dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi selama satu abad dekadensi, di antaranya menolak pembahasan dan pengesahan RUU Masyarakat Adat, perampasan wilayah adat demi memindahkan Ibu Kota Nusantara (IKN) ke Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) , perampasan tanah terjadi sangat cepat selama pemerintahan Joko Widodo, yang menyebabkan 687 konflik agraria di wilayah adat seluas 11,07 Juta Hektar.

Kemudian, mereka juga menganggap Jokowi telah melontarkan pengakuan wilayah adat melalui perhutanan sosial, menghidupkan praktik kolonialisme baru melalui klaim Hak Pengelolaan (HPL), pemerintahan Jokowi mengeluarkan solusi palsu untuk mengatasi krisis iklim melalui pasar karbon, menjalankan solusi palsu penyelamatan lingkungan melalui UU Minerba, dan memperkuat ancaman perampasan wilayah adat melalui klaim kawasan konservasi melalui UU No. 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE).

Dosa Jokowi lainnya, memperkuat kontrol pengusaha atas kekayaan alam Indonesia melalui Food Estate dan Bank Tanah, kooptasi hukum adat dalam hukum negara melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dihadirkan oleh Pemerintahan Jokowi untuk membuat eksekutif memiliki otoritas yang besar, dan transisi kekuasaan dilakukan dengan cara-cara yang anti demokrasi.

“Pemerintahan Joko Widodo telah memicu krisis multidimensi, mulai dari krisis politik, sosial, ekologi, agraria hingga krisis hukum,” kata Rukka.

Adapun desakan mereka kepada pemerintah Prabowo-Gibran yakni: 

1. Mendesak Pemerintahan Prabowo-Gibran agar mengesahkan RUU Masyarakat Adat dalam 100 hari pertama pemerintahannya. UU ini akan menjadi landasan hukum yang kuat untuk mengakui dan melindungi hak-hak kami, serta memberikan kepastian hukum atas wilayah adat yang selama ini diabaikan. 

2. Mempercepat pengakuan hak atas wilayah adat, penyelesaian konflik agraria yang selama ini tersandera di meja Kabinet Presiden Joko Widodo, sekaligus menghentikan seluruh upaya tanah untuk pembangunan PSN, pengusaha bisnis dan kebijakan pro pemodal asing lainnya di atas wilayah adat. 

3. Mendesak agar Presiden Prabowo berani mencabut UU Cipta Kerja, UU KSDAHE, UU Minerba, dan berbagai peraturan-undangan lainnya yang mendiskriminasi Masyarakat Adat, Petani, Nelayan, Buruh, perempuan, dan kelompok marginal lainnya. Mendesak Presiden Prabowo untuk memulihkan Kedaulatan Bangsa Indonesia atas tanah dan kekayaan alamnya serta mewujudkan kesejahteraan dengan menjalankan Reforma Agraria yang sejati sesuai amanat Konstitusi, TAP MPR No.IX Tahun 2001 dan UUPA 1960. 

4. Mendesak pemerintah Prabowo-Gibran untuk menjamin perlindungan hukum bagi Masyarakat Adat dan Pembela Masyarakat Adat yang memperjuangkan hak atas wilayah adatnya. Pemerintahan Prabowo harus menegakkan supremasi hukum tanpa berpihak pada kepentingan modal atau korporasi besar semata. 

5. Mendesak Pemerintahan Prabowo-Gibran untuk memastikan partisipasi secara penuh dan efektif Masyarakat Adat, Petani, Nelayan, Perempuan dan kelompok masyarakat lainnya dalam setiap pengambilan keputusan yang akan berdampak langsung pada Masyarakat Adat, petani, nelayan, perempuan dan kelompok masyarakat lainnya. 

6. Mendesak pemerintahan Prabowo-Gibran untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup dan penegakan hukum terhadap penjahat jahat lingkungan dan pelanggar hak asasi manusia.

Meminta kepada Pemerintahan Prabowo untuk mendukung upaya pelestarian budaya, dan memberikan akses pendidikan yang sesuai dengan kearifan lokal. Pendidikan yang menghargai bahasa, nilai, dan pengetahuan lokal akan memperkuat identitas kami dan memastikan hilangnya kebudayaan adat di tengah arus globalisasi. Bukan sekedar simbolisasi dengan penggunaan pakaian adat dalam acara-acara kenegaraan seperti dikutip dari inilah

LBH Indonesia Yakin Prabowo Bakal Teruskan PSN Era Jokowi: Endingnya Cuan buat Para Kolega

Berbagai proyek strategis nasional (PSN) era Presiden Joko Widodo (Jokowi) diprediksi akan dilanjutkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto.

Hal itu mengingat klaim Prabowo-Gibran sendiri yang menyatakan sebagai pemerintah yang melanjutkan.

Ketua Bidang Advokasi dan Jaringan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Indonesia Zainal Arifin menyampaikan, Prabowo-Gibran nampaknya akan mempertahankan PSN di bernagai daerah, terutama yang memang terlihat menguntungkan secara bisnis.

"Situasinya masih sama ya, partai politik dikuasai oleh oligarki, kemudian sampai pada level-level di daerah, maka justru akan semakin menguat proses perampasan sumber daya alam dan kehidupan masyarakat melalui proyek strategis nasional ini karena tidak ada perubahan yang berarti sama sekali," kata Zainal dalam diskusi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) secara virtual, Kamis (10/10/2024).

Menurut Zainal, PSN bukan persoalan hukum, melainkan ekonomi politik. Sehingga tak mengherankan kalau acuan pemerintah dalam menjalankan proyek tersebut lebih memberatkan aspek keuntungan secara ekonomi.

"Hukum hanya pembungkus saja untuk melegalisasi proses perampasan tanah, proses bisnis, proses-proses yang hasilkan cuan bagi para kolega," imbuhnya.

Bahkan PSN di sektor energi, menurut Zainal, banyak dikuasai oleh para pengurus partai.

"(Proyek) energi gitu, orang-orang yang hari ini berada di partai-partai yang menjadi penguasa dan memiliki ruang untuk mengubah kebijakan atau membuat kebijakan sesuai keinginan mereka," katanya.

Padahal pelaksanaan PSN era Jomowi selama ini tidak bermanfaat secara signifikan bagi masyarakat.

Zainal mengkritik kalau Jokowi justru telah melakukan praktik otokratik dalam menjalankan proyek tersebut.

"Seperti yang juga disampaikan oleh beberapa ekademisi dan beberapa ahli bahwa rezim ini adalah rezim otokratik legalisme. Kemudian menurut saya juga tidak hanya soal otokratik legalisme, tapi melihat apa yang kemudian terjadi di lapangan, maka bisa dibilang rezim ini adalah rezim otoritarianisme dalam hal pembangunan," ujarnya.***

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved