Kepergoknya dua kapal asing yang mencuri pasir laut di perairan Batam, Kepulauan Riau menuai sorotan. Ada sejumlah fakta-fakta mencengangkan di balik peristiwa itu.
Penangkapan dua kapal keruk itu terjadi pada Rabu, 9 Oktober 2024. Hari itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono melakukan perjalanan menuju Pulau Nipah, Batam. Sebuah pulau terluar di Kepulauan Riau,
Di tengah perjalanan, kapal yang ditumpangi Sakti, Kapal Pengawas Orca 03 berpapasan dengan Kapal Yang Chen 6.
“Di tengah jalan papasan dengan kapal ini, ketika tahu ini dredger, perintah beliau (Pak Menteri) untuk menghentikan dan periksa," kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono saat jumpa pers di atas Kapal MV Yang Chen, dikutip dari keterangan resmi, Minggu (13/10/2024).
Menanggapi perintah itu, diperiksalah kapal tersebut. Di situ terungkap, bahwa kapal tersebut tidak memiliki dokumen.
Parahnya lagi, kata dia, kapal itu mengangkut pasir laut. Pasir itu diketahui disedot dari perairan Batam.
Tak tanggung-tanggung, pasir laut ilegal itu bahkan akan dikirim ke Singapura. Itu diketahui setelah pemeriksaan terhadap nahkoda.
Ipunk, sapaan Dirjend PSDKP mengatakan kapal itu mengambil 10 ribu meter kubik pasir dalam 9 jam. Jika pengerukan dilakukan 10 kali dalam sebulan, pasir yang dicuri hingga 100 ribu meter kubik.
“Mereka menghisap pasir selama 9 jam mendapat 10 ribu (meter kubik) yang dilakukan selama 3 hari dalam satu kali perjalanan. Kapal ini dalam satu bulan bisa 10 kali masuk ke sini. Artinya dalam satu bulan kapal ini mampu mencuri 100.000 meter kubik pasir laut Indonesia,” jelasnya.
Ada dua jenis dengan ukuran yang berbeda-beda yang diamankan. Untuk kapal MV YC 6 ukurannya adalah 8.012 Gross Tonnage (GT). Sedangkan MV ZS 9 berukuran 8559 GT.
Masing-masing kapal itu berbenda Malaysia. Namun ada pula bendera lain seperti bendera Singapura, bendera Republik Sierra Leone. Sebuah negara di Afrika Barat.
Ipunk mengungkapkan di dalam kedua kapal tersebut terdapat 16 orang Anak Buah Kapal (ABK) yang terdiri dari 2 orang WNI, 1 orang warga Malaysia dan 13 warga negara China seperti dikutip dari fajar
Kapal Singapura Bolak Balik 10 Kali dalam Sebulan Nyolong Pasir Laut Batam
Sejumlah kapal dengan bendera Singapura memasuki wilayah Indonesia dan diduga mencuri pasir laut.
Dua kapal keruk (dredger) MV Y 6 dan MV ZS 9 berbendera Singapura tersebut diduga melakukan kegiatan pengerukan pasir laut secara ilegal.
Kapal-kapal ini pun diketahui telah berhasil 10 kali bolak-balik perairan Indonesia dalam satu bulan terakhir.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono atau Ipunk mengungkapkan bahwa saat diperiksa, dua kapal tersebut ternyata tidak mempunyai izin.
Mereka juga tidak punya dokumen yang lengkap untuk untuk hasil kerokan (dumping) di Perairan Batam, Kepulauan Riau.
“Menurut pengakuan nakhoda, mereka sering sekali masuk ke wilayah Indonesia. Bahkan dalam satu bulan bisa mencapai 10 kali masuk ke sini (Indonesia), tanpa dilengkapi dokumen perizinan yang sah. Bahkan tidak punya dokumen kapal, yang ada hanya ijazah nakhoda dan akta kelahiran,” ujar Ipunk lewat keterangan resmi, dikutip Sabtu, 12/10/2024.
Ipunk juga membeberkan, kapal penghisap pasir tersebut membawa kurang lebih 10 ribu meter kubik pasir.
Ketika diperiksa, ada 16 orang Anak Buah Kapal (ABK), di mana 2 di antaranya adalah Warga Negara Indonesia (WNI), 1 orang warga Malaysia, dan 13 orang warga negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Ipunk menegaskan bahwa PSDKP bakal terus mengawasi dan menertibkan kapal-kapal dredger ilegal yang beroperasi di perairan lain.
Pengawasan dan penertiban ini sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Angka 12 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang yang menyatakan bahwa setiap orang melakukan pemanfaatan ruang dari Perairan Pesisir Wajib memiliki KKPRL dari Pemerintah Pusat.
“Di sini KKP hadir melakukan penertiban. Harapan kami dapat tetap tertib. Dengan pola pemerintah turun langsung untuk memastikan bahwa aturan yang ada bisa dilaksanakan oleh pelaku usaha dan teman-teman pemerintah daerah,” jelas Ipunk.
Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Viktor Gustaaf Manoppo menjelaskan bahwa hingga kini, belum ada satupun izin yang dikeluarkan pemerintah dalam PP 26 tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi.
“Secara regulasi, KKP belum mengeluarkan satu lembar izin kepada siapa pun. Terkait operasional pengelolaan hasil sedimentasi. Estimasi total potensi kerugian negara bila dihitung dari kegiatan ini dalam satu tahun, 100.000 meter kubik dikali 12 bulan apabila dibawa pasir tersebut diekspor keluar, totalnya dapat mencapai ratusan miliar per tahun kerugian negara,” ujar dia.
“Ini baru sumber daya kelautan (pasir laut) belum lagi perizinan yang lainnya mungkin bisa lebih dari itu,” tegasnya.***