Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem, Rudianto Lallo, mengingatkan aparat penegak hukum untuk memprioritaskan pengusutan dan penanganan kasus-kasus korupsi baru guna mendukung roda pemerintahan baru yang dijalankan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Rudianto, aparat penegak hukum seharusnya tidak menargetkan kasus-kasus yang peristiwa pidananya terjadi sekitar 10 tahun silam.
Ia menjelaskan bahwa pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto memiliki salah satu fokus utama, yaitu penegakan hukum yang tegas dengan bukti-bukti yang kuat.
Pria yang akrab disapa Rudi ini juga menambahkan bahwa Presiden Prabowo telah mengingatkan bahwa salah satu upaya dalam penegakan hukum adalah pemberantasan korupsi, yang dinilai sebagai ancaman serius bagi bangsa, negara, dan masyarakat Indonesia.
"Oleh karena itu, aparat penegak hukum yang ada, baik Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maupun Polri, harus memprioritaskan penegakan hukum pemberantasan korupsi pada kasus-kasus yang baru untuk mendukung roda pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berjalan dengan baik.
Aparat penegak hukum kita tidak boleh menargetkan kasus-kasus lama yang diduga terjadi sekitar 9 atau 10 tahun silam," tegas Rudi di Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai Nasdem di Komisi III DPR ini menekankan bahwa Partai Nasdem dan masyarakat Indonesia memiliki harapan besar agar pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dapat membawa negara ini ke arah yang lebih baik di masa depan, terutama dalam hal penegakan hukum pemberantasan korupsi.
Rudi juga berharap Presiden Prabowo dapat mengingatkan aparat penegak hukum baik di Kejaksaan, KPK, maupun Polri agar pengusutan dan penanganan kasus dugaan korupsi dilakukan sesuai dengan asas kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan, dan persamaan.
"Kalau aparat penegak hukum kita menangani kasus-kasus dugaan korupsi yang terjadi sekitar 9 atau 10 tahun lalu, di mana asas kepastian hukumnya? Jadi sekali lagi menurut saya, aparat penegak hukum kita, baik itu Kejaksaan, KPK, ataupun Polri, jangan sampai menargetkan kasus-kasus yang terjadi 9 atau 10 tahun lalu dan jangan juga menargetkan orang-orang yang kritis terhadap pemerintahan sebelumnya," ujarnya.
Rudi, yang juga berlatar belakang advokat, memberikan contoh konkret, yakni kasus dugaan korupsi impor gula kristal di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2023 dengan tersangka mantan Menteri Perdagangan 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong, atau Tom Lembong, yang saat ini sedang ditangani Kejaksaan Agung.
Dengan merujuk masa jabatan Tom Lembong tersebut, menurut Rudi, jelas bahwa waktu kejadian dugaan tindak pidana tersebut adalah tahun 2015, atau sembilan tahun lalu, sebelum kasus ini disidik dan Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka.
"Nah, kejadian kasus yang disangkakan kepada Tom Lembong itu terjadi sekitar sembilan tahun lalu. Selain itu, Tom Lembong dijadikan tersangka untuk importasi gula tahun 2015 hingga 2023. Bagaimana mungkin Tom Lembong disangkakan dengan kasus yang waktu kejadiannya 2015–2023, sedangkan masa jabatannya hanya 2015‐2016? Ini seolah sangat tidak logis," ungkap Rudi.
Lebih lanjut, Rudi mengingatkan bahwa aparat penegak hukum pun tidak boleh tebang pilih dalam penanganan dan pengusutan kasus korupsi.
Termasuk bagi Kejaksaan Agung yang mengusut dan menangani kasus dugaan korupsi impor gula kristal di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2023.
"Kalau Kejaksaan Agung mau fair dan serius mengusut kasus dugaan korupsi importasi gula kristal tersebut, maka seharusnya semua menteri yang menjabat selama tahun 2015 sampai dengan tahun 2023 harus diperiksa sebagai saksi dan diusut dugaan keterlibatannya. Agar, Kementerian Perdagangan bisa lebih besar dan tertib dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan importasi," kata Rudi, yang juga mantan Ketua DPRD Kota Makassar.(*)