Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Kerugian Besar Kebijakan Ekspor Pasir Laut Jokowi: Ekosistem Hancur, Kehilangan Pendapatan Masyarakat Rp1,21 Triliun!

 Keputusan pemerintah untuk melonggarkan ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2024 langsung memicu badai kritik dari kalangan akademisi, pegiat lingkungan hingga masyarakat pesisir. 

Kebijakan ini dinilai akan memicu kehancuran ekosistem laut, meningkatkan erosi pantai, merusak terumbu karang, dan menimbulkan hilangnya biodiversitas laut. 

Tak hanya itu, masyarakat pesisir, terutama nelayan, terancam kehilangan mata pencaharian akibat rusaknya habitat perikanan tangkap.

Studi lembaga penelitian ekonomi dan kebijakan publik, Center of Economic and Law Studies (Celios), mengungkapkan meskipun ekspor pasir laut diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi para pengusaha dan pendapatan negara, potensi keuntungan bagi negara terbilang kecil. 

Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda menyampaikan simulasi yang dilakukan menemukan dampak negatif pada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp1,22 triliun, dan pendapatan masyarakat akan menurun hingga Rp1,21 triliun. 

"Jadi studi ini memberikan respon atas berbagai klaim pemerintah bahwa ekspor pasir laut akan meningkatkan keuntungan ekonomi dan pendapatan negara. Klaim itu ternyata berlebihan,” kata Huda dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu (2/10/2024).

Sementara itu, sambung Huda, pendapatan negara estimasinya hanya bertambah Rp170 miliar jika menghitung dampak tidak langsung ke sektor lapangan usaha secara keseluruhan. 

Meski pengusaha ekspor pasir laut mendapat keuntungan senilai Rp502 miliar, namun terdapat kerugian yang dialami oleh pengusaha di bidang perikanan. 

Modelling ekonomi yang dilakukan Celios memvalidasi bahwa narasi penambangan pasir laut akan mendorong ekspor dan penerimaan negara secara signifikan tidaklah tepat. 

"Penerimaan negara dari pajak tidak mampu menutup kerugian keseluruhan output ekonomi yang berisiko turun Rp1,13 triliun,” jelas Huda.

Studi juga menunjukkan setiap peningkatan ekspor pasir laut berisiko mengurangi produksi perikanan tangkap.

Akibat adanya ekspor pasir laut sejumlah 2,7 juta m3, ada penurunan nilai tambah bruto sektor perikanan yang ditaksir mencapai Rp1,59 triliun. 

"Ditaksir pendapatan nelayan yang hilang Rp990 miliar dan berkurangnya lapangan pekerjaan di sektor perikanan sebesar 36.400 orang," ungkapnya.

Lima Rekomendasi Atasi Permasalahan 

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menerangkan ekspor pasir laut justru berisiko menciptakan pengangguran di kawasan pesisir. 

Model penambangan pasir laut dengan kapal isap dan pengangkutan tongkang juga cenderung padat modal (capital intensive) bukan padat karya (labor intensive). 

"Tidak ada korelasi ekspor pasir laut dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berdaya saing," kata Bhima, menekankan.

Lebih lanjut penambangan pasir laut menyebabkan degradasi ekosistem laut yang berdampak pada perikanan tangkap. 

Masyarakat pesisir, terutama nelayan, terancam kehilangan mata pencaharian akibat penurunan hasil tangkapan ikan. 

“Data historis sebelumnya pada tahun 2001 hingga 2009 ikut menunjukkan korelasi negatif antara peningkatan ekspor pasir laut dan produksi perikanan tangkap.” jelasnya.

Selain itu, penambangan pasir laut juga berdampak pada kerusakan habitat laut yang sulit untuk diperbaiki dalam jangka panjang. 

Indonesia akan kehilangan potensi blue carbon dan ekosistem ekonomi biru jika eksploitasi pasir laut dilanjutkan. 

"Padahal diperkirakan Indonesia memiliki potensi 17 persen karbon biru dari total seluruh dunia, setara 3.4 Giga ton. Hal ini selaras dengan target pemerintahan kedepan yang ingin mengoptimalkan kredit karbon US$65 miliar atau Rp994,5 triliun.” ungkap Bhima. 

Oleh karena itu, opsi pembangunan pesisir dan kelautan secara berkelanjutan jauh lebih menguntungkan dibandingkan praktik ekspor pasir laut yang merusak ekosistem ekonomi biru.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Celios memberikan rekomendasi untuk:

1.    Mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 serta aturan turunannya guna melindungi ekosistem pesisir dan kesejahteraan nelayan lokal.

2.    Menghentikan seluruh proses penerbitan izin penambangan pasir laut baik untuk domestik dan ekspor.

3.    Mendorong potensi ekonomi restoratif di pesisir yang selaras dengan perlindungan lingkungan hidup seperti pengolahan produk perikanan bernilai tambah, budidaya rumput laut, dan ekowisata berbasis pesisir. 

4.    Menyusun program restorasi ekosistem laut yang rusak akibat pencemaran air, penebangan hutan mangrove, rusaknya terumbu karang, dan reklamasi pantai seperti dikutip dari inilah

Pemerintah Jokowi Kembali Buka Keran Ekspor Pasir Laut, Walhi: Ngebet Nyari Duit

Pemerintah Jokowi melalui Kementerian Perdagangan (Kemendagri) kembali membuka keran ekspor pasir laut. Hal tersebut berdasarkan adanya pengesahan peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

Adanya Permendag yang diteken oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas itu, kata Manajer Kampanye Pesisir Laut dan Pulau Kecil Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Parid Ridwanuddin, menunjukkan pemerintah hanya ingin mencari keuntungan untuk jangka pendek. Menurut dia, regulasi itu akan menimbulkan kerugian yang cukup besar di berbagai wilayah Indonesia yang terkena dampak penambangan pasir laut.

"Nah ini problem-nya karena ngebet mau nyari duit, ingin cari uang yang sifatnya cepat dan jangka pendek dibuatlah regulasi semacam ini gitu. Nah, kalau misalnya kerugian, tentu, kita itu udah rugi banyak," kata Parid saat dihubungi pada Ahad, 15 September 2024.

Lebih lanjut, Parid mengatakan terdapat 26 pulau kecil di Indonesia tenggelam karena dampak penambangan pasir laut. Ia menyebutkan 26 pulau kecil itu berada di wilayah Kepulauan Riau, Bangka-Belitung, hingga Jakarta.

"Misalnya udah ada 26 pulau kecil tenggelam atau hilang itu lokasinya ada wilayah-wilayah yang selama ini dihantam oleh tambang pasir laut. Seperti Kepri, Bangka-Belitung ya, itu yang paling banyak, termasuk Jakarta," ungkapnya.

Menurut Parid, wilayah Indonesia akan semakin kecil jika pemerintah tetap melakukan penambangan pasir laut untuk di ekspor. Ia membandingkan daratan Indonesia dengan Singapura, Parid mengatakan saat ini daratan Singapura semakin meluas.

"Nah yang kedua, kalau kita lihat, kerugiannya adalah selain pulau-pulau hilang, daratan Indonesia semakin mengecil, tapi daratan tetangga sebelah tuh, Singapura semakin meluas, kan itu ya," tutur Parid.

Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP menyebutkan alasan izin ekspor pasir laut kembali dibuka. KKP mengatakan izin ekspor itu kembali dibuka setelah pasir laut Indonesia terpenuhi.

"Pasir laut dapat diekspor ketika persyaratan, terutama pemenuhan kebutuhan material pasir laut untuk dalam negeri, dipenuhi," kata Staf Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto, melalui aplikasi perpesanan pada Jumat malam, 13 September 2024.

Menurut Doni, kebutuhan material pasir laut dalam negeri itu meliputi reklamasi, pembangunan infrastruktur oleh pemerintah, dan pembangunan sarana prasarana oleh pelaku usaha.***

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved