Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Jimly Sebut Hakim PTUN Bisa 'Ditangkap' Kalau Batalkan Pencalonan Gibran, Pengamat: Pendapat Sesat Sarat Kepentingan!


Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa hakim PTUN bisa ditangkap jika membatalkan pencalonan wakil presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, karena bertentangan dengan konstitusi negara.

Menanggapi hal tersebut, pengamat hukum dan politik mujahid 212 Damai Hari Lubis mengatakan pendapat Prof. Jimly ambigu, menyesatkan indikasi sarat kepentingan.

“Dirinya lupa bahwa dia selaku majelis hakim MKMK yang memutuskan, “hakim yang memiliki hubungan semenda terhadap kepentingan objek sengketa, dilarang ikut mengadili”. Sehingga alhasil Anwar Usman, dia nyatakan melanggar kode etik, bahkan Anwar Usman, dia pecat dari jabatan sebagai Ketua MK, (Sekedar Hakim non palu),” kata Damai Lubis kepada Jakartasatu, Kamis (10/10/2024)

Lalu kata Damai Lubis, Anwar Usman menggugat di PTUN ? Kemudian Majelis PTUN mengabulkan sebagian. Pertanyaannya, kenapa Hakim PTUN yang merubah putusan MKMK tidak dipenjara ?

“Bukankah sama dengan putusan MK dengan Putusan MKMK merupakan final and binding,” tanya Damai Lubis.

Lalu kenapa hasil putusan MKMK yang hasil produk Jimmy sendiri, yang nyata-nyata tidak menjadi sandaran atau acuan hukum kepada KPU RI untuk menolak atau tidak menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wapres ? Lalu kenapa anggota KPU RI tidak ditahan atau dipenjarakan.

“Maka pendapat hukum Jimly ini adalah keliru sehingga menyesatkan. Opini hukumnya dualisme, bertentangan dengan asas kepastian hukum (legalitas),” tukas Damai Lubis.

“Jimly tidak fair bukan pure pendapat hukum, ada sesuatu kepentingan,” tandas Damai Lubis.

Diketahui, Bisniscom, “Jimly: Hakim PTUN Bisa Ditangkap Kalau Batalkan Pencalonan Gibran!”, (10/10/2024)

Jimly menegaskan jadwal pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober mendatang bersifat final, sehingga tak ada lagi lembaga atau pejabat yang bisa mengubah atau membatalkannya.

Jimly menambahkan, baik itu putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun Mahkamah Agung (MA) pun tak memiliki kewenangan untuk mengubah dan membatalkannya, termasuk untuk mempersoalkan keabsahan pasangan yang akan dilantik.

Menurut dia, keputusan final dan mengikat yang mutlak sudah berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK) serta sudah diatur tegas dalam Undang-Undang Dasar (UUD). Dengan demikian, lembaga seperti PTUN tidak berwenang mengubahnya.

“Kalau terjadi, misalnya PTUN memutus dengan perintah membatalkan, maka majelis hakimnya wajib ditangkap, diberhentikan, dan bahkan dipenjarakan dengan hukuman sangat terberat, karena telah berkhianat pada negara dengan melawan konstitusi negara,” tuturnya kepada Bisnis melalui pesan singkat, pada Rabu (9/10/2024).

Pakar Hukum yang juga pernah menjabat sebagai Ketua MK periode 2003-2008 ini turut mengingatkan bahwa putusan PTUN tingkat pertama, belum bersifat final, masih harus ada upaya hukum tingkat banding dan kasasi.

Prosesnya pun, lanjut Jimly, akan panjang dan pastinya akan melampaui hari pelantikan presiden dan wakil presiden pada Minggu, 20 Oktober mendatang.

“Maka, demi menjaga ketenangan umum dan memastikan peralihan pemerintahan yang damai dan konstitusional, janganlah putusan PTUN besok dikaitkan dengan jadwal pelantikan tanggal 20 Oktober, yang [bisa] menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu,” katanya.

Lebih lanjut, dia mengatakan jikapun memang ada hal yang ingin dipersoalkan berkenaan hal pribadi wakil presiden terpilih, hal itu bisa diproses sesuai aturan hukum yang berlaku setelah pelantikan berlangsung.

“Namun prosesnya bukan lagi melalui proses hukum biasa, melainkan melalui proses impeachment yang sudah diatur tegas tata caranya di UUD 45,” pungkas Jimly.

Sebagai informasi, Pengadilan Tata Usaha Negara alias PTUN Jakarta menerima gugatan PDI Perjuangan (PDIP) terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden. Adapun, hasil gugatan tersebut akan diputuskan PTUN pada Kamis (10/10/2024) seperti dikutip dari jakartasatu

Jimly Asshiddiqie Dijuluki Profesor Fufufafa

Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie dijuluki Profesor Fufufafa. Itu dilontarkan oleh Eks Sekretaris Badan Usaha Milik Negara Muhammad Said Didu.

“Selamat datang Professor FUFUFAFA,” kata Didu dikutip dari unggahannya di X, Selasa (24/9/2024).

Itu diungkapkan Didu menanggapi pernyataan Jimly yang meminta Fufufafa dilupakan.

Menurut Jimly, sekalipun Gibran benar-benar terbukti di balik akun itu, tapi hal tersebut sudah lama. Yakni Pilpres 2014.

“Misalpun orangnya memang benar, kejadiannya waktu pilpres 10 tahun lalu,” ucapnya.

Menurutnya, persoalan tersebut dilupakan saja.

“Sudahlah lupakan saja, apalagi kalo cuma untuk adu domba presiden terpilih vs wakilnya,” ujarnya.

Di sisi lain, Jimly mengakui Fufufafa merupakan wujuf dari demokrasi yang masih rendah. Melalui unggahan Fufufafa, ada kampanye hitam hingga rasis.

“Cerminan dari tingkat peradaban demokrasi masih rendah& kampungan, sangat didominasi negative & black campaign, nyerang pribadi,” ujarnya.

Akun Kaskus Fufufafa sendiri mencuat ke publik usai viral berbagai unggahannya yang mengkritik presiden terpilih Prabowo Subianto.

Wakil presiden terpilih Gibran disebut di balik akun itu. Namun ia membantahnya.***


Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved