Emas batangan dengan nilai fantastis yakni seberat 51 Kilogram (Kg) telah ditemukan di rumah Zarof Ricar, eks pejabat Mahkamah Agung (MA).
Zarof Ricar, diduga menjadi makelar kasus Ronald Tannur.
Diketahui Ronald Tannur adalah terdakwa kasus penganiayaan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti, di sebuah tempat karaoke di Surabaya, Jawa Timur pada Rabu (4/10/2023).
Penganiayaan yang dilakukan Ronald Tannur membuat Dini meninggal, namun pelaku dijatuhi vonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Rabu (24/7/2024).
Setelah memberikan vonis bebas, Kejagung menangkap tiga hakim PN Surabaya yang menangani kasus Ronald karena mereka diduga menerima suap untuk membebaskan pelaku, mengutip Kompas.com.
Hingga akhirnya Zarof Ricar diciduk Kejaksaan Agung (Kejagung), usai diduga menjadi makelar kasus suap untuk mengupayakan vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.
Adanya kasus tersebut Kejagung telah menyita uang dan emas batangan di rumah Zarof Ricar, di kawasan Senayan, Jakarta.
Harta benda yang disita yakni uang senilai Rp 920 miliar dan emas batangan seberat 51 kg.
Lantas berapa rupiah nilai emas seberat 51 Kg?
Dikutip dari logammulia.com, harga emas Antam per hari ini, Jumat (26/10/2024), adalah Rp1.534.000 per gram.
Sementara berdasarkan harga pecahan emas batangan yang tercatat hari ini, yakni emas 1.000 gram (1 kg) adalah Rp1,474,600,000.
Berdasarkan harga itu, maka emas 51 kg yang disita dari rumah Zarof senilai Rp75.204.600.000 atau hampir Rp75 miliar lebih.
Penangkapan Zarof Ricar
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar mengatakan Zarof Ricar ditangkap di Bali pada Kamis (24/10/2024) pukul 22.00 WITA.
"Pemufakatan dilakukan bersama dengan LR (Lisa Rahmat) selaku pengacara Ronald Tannur," jelas Abdul.
Abdul mengungkapkan bahwa LR meminta ZR untuk berupaya agar hakim agung di MA menyatakan Ronald tidak bersalah dalam putusan kasasi.
LR menjanjikan Rp 5 miliar untuk para hakim agung, sementara ZR yang kini sudah purnatugas akan diberikan fee sebesar Rp 1 miliar.
Kejaksaan Agung kemudian menetapkan ZR sebagai tersangka setelah menemukan bukti permulaan yang cukup mengenai tindak pidana korupsi.
ZR akan ditahan selama 20 hari ke depan dan dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) juncto Pasal 15, juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 12B juncto Pasal 18 beleid yang sama.
Sementara itu, LR, yang sudah ditahan karena kasus suap terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang sebelumnya memvonis bebas Ronald, juga dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 UU Tipikor seperti dikutip dari tribunnews
Fakta-fakta 3 Hakim Kasus Ronald Tannur Terjaring OTT Kejagung
Kasus pembunuhan dan penganiayaan Dini Sera Afriyanti oleh Gregorius Ronald Tannur memasuki babak baru setelah sebelumnya sempat divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Ketiga Majelis Hakim PN Surabaya yang menjatuhi vonis bebas di kasus tersebut yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT).
3 hakim terbukti terima suap
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar mengatakan ketiganya terbukti menerima gratifikasi atau suap dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat untuk memberikan vonis bebas.
"Hari ini jaksa penyidik menetapkan tiga orang hakim atas nama ED, HH dan M setta pengacara LR sebagai tersangka karena telah ditemukan bukti korupsi berupa suap atau gratifikasi," ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (23/10).
Barang bukti uang miliaran rupiah
Dalam kasus ini, Abdul mengatakan pihaknya juga turut menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai miliaran rupiah serta sejumlah mata uang asing dari keempat tersangka.
Atas perbuatannya, Abdul Qohar mengatakan pengacara Lisa Rahmat selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 Juncto Pasal 6 Ayat 1 Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara untuk hakim Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2 Juncto Pasal 6 Ayat 2 Juncto Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 12B Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Untuk mempermudah penyidikan, ia mengatakan ketiga hakim selaku penerima suap langsung ditahan di Rutan Surabaya. Sementara pengacara LR selaku pemberi suap ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung.
MA batalkan vonis bebas PN Surabaya
Di sisi lain, Mahkamah Agung (MA) juga membatalkan putusan bebas terhadap Ronald Tannur yang sebelumnya diberikan PN Surabaya. Lewat kasasi, MA menghukum anak dari mantan anggota DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur itu dengan pidana penjara selama lima tahun.
"Amar putusan: kabul kasasi penuntut umum- batal judex facti," demikian amar putusan dilansir dari laman Kepaniteraan MA, Rabu (23/10).
Perkara nomor: 1466/K/Pid/2024 diperiksa dan diadili oleh ketua majelis kasasi Soesilo dengan hakim anggota Ainal Mardhiah dan Sutarjo. Panitera Pengganti Yustisiana. Putusan tersebut dibacakan pada Selasa, 22 Oktober 2024.
"Terbukti dakwaan alternatif kedua melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP - Pidana Penjara selama 5 (lima) tahun - Barang bukti = Conform Putusan PN - P3 : DO," demikian bunyi amar putusan kasasi dimaksud.
Sebelumnya, Majelis Hakim PN Surabaya menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur atas kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian seseorang.
Menurut hakim, kematian Dini Sera Afriyanti (29) disebabkan oleh penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol, bukan karena luka dalam atas dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald Tannur.
Komisi Yudisial (KY) telah merekomendasikan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun terhadap Erintuah Damanik dkk. KY meminta MA segera menggelar sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk menindaklanjuti rekomendasi dimaksud.
KY menyebut dalam temuan mereka ketiga hakim PN Surabaya pada kasus tersebut juga membacakan fakta hukum yang berbeda di persidangan dengan salinan putusan.
Atas dasar itu, KY menyatakan ketiga hakim dalam kasus itu terbukti secara meyakinkan melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim dengan klasifikasi tingkat pelanggaran berat.***