Penambangan pasir laut di Selat Makassar tidak menutup kemungkinan kembali beroperasi. Itu setelah pemerintah melegalkan ekspor pasir laut.
“Ya, tidak menutup kemungkinan (penambangan pasir laut kembali beroperasi),” kata Afriandi Anas dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sulawesi Selatan (Walhi Sulsel) kepada fajar.co.id, Minggu (29/9/2024).
Ekspor pasir laut selama 20 tahun terakhir dilarang sebelum Kementerian Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024. Tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023.
Aturan itu melegalkan ekspor hasil sedimentasi laut. Istilah yang menurut Walhi sama saja dengan ekspor pasir laut.
Di Sulsel, kata Afriandi, sudah ada zona penambangan pasir laut. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor Nomor 3 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sulsel Tahun 2022-2041.
Serangkaian aturan itu dinilainya membuat Selat Makassar, termasuk di dalamnya Perairan Spermonde berpotensi menjadi titik penambangn pasir laut. Baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk diekspor.
“Kan secara umum regulasinya memberi peluang Sulsel juga terancam. Secara teknis ke bawah bisa memberikan peluang ke depan Sulsel bisa terancam,” terangnya.
Afriandi mengatakan saat ini ada sejumlah titik yang akan direklamasi di Sulsel. Ia memberi contoh di Center Point of Indonesia (CPI).
“Mungkin untuk ekspor belum terlihat, tapi untuk reklamasi. Kan ada beberapa lokasi reklamasi di Sulsel. Jangan sampai karena selama ini kuat menolak tambang, dia gunakan kebijakan baru ini bahwa mereka hanya memanfaatkan sedimen,” jelasnya.
“Padahal mereka mengambil pasir. Kan ada beberapa lokasi seperti di CPI. Kalau di RTRW Makassar itu kan Tanjung area reklamasi semua itu,” tambahnya.
Di Selat Makassar, sebelumnya dilakukan penambangan pasir laut di Perairan Spermonde. Yakni di Takalar dan Makassar.
Penambangan itu menurut hasil riset Walhi merusak eskosistem laut. Juga berpengaruh pada perekonomian nelayan yang wilayah tangkapnya rusak akibat penambangan itu.
Di Takalar bahkan terjadi abrasi yang menyebabkan terkikisnya lahan pemakaman di sekitar pesisir Galesong. Masyarakat Takalar, warga pulau-pulau kecil, mahasiswa, dan masyarakat sipil pun menolak aktivitas tambang itu.