Kejaksaan Agung Respons Protes Warganet Terkait Penetapan Tersangka Tom Lembong dalam Kasus Dugaan Korupsi Importasi Gula
Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons protes yang dilayangkan warganet terkait penetapan tersangka terhadap mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi importasi gula pada 2015-2016.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan bahwa pihaknya belum menemukan bukti aliran dana yang diterima oleh Tom Lembong dalam kasus tersebut.
Pernyataan tersebut menuai perbincangan di media sosial X, dengan sejumlah pihak menyayangkan penetapan tersangka tanpa adanya bukti aliran dana ke Tom Lembong.
Menanggapi hal itu, Harli menegaskan bahwa penetapan tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi tidak selalu membutuhkan bukti aliran dana ke tersangka.
"Apakah harus ada aliran dana dulu, baru disebut sebagai tindak pidana korupsi?" ujar Harli di Kejagung, Kamis (31/10/2024).
Harli juga menjelaskan bahwa pihaknya telah memeriksa 90 saksi, termasuk ahli, sebelum menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka.
Selain itu, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung menyatakan telah memiliki dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Tom, yang juga mantan Co-captain Tim Pemenangan Anies-Cak Imin pada Pilpres 2024, sebagai tersangka.
"Setidaknya ada dua alat bukti. Lalu apa yang menjelaskan itu? Tentunya sudah disampaikan bahwa ada 90 saksi yang telah diperiksa. Selain itu, ada surat dan keterangan ahli, yang nantinya akan dibuka di persidangan," jelas Harli.
Sebagai informasi, penyelidikan yang menyeret Tom Lembong dimulai pada Oktober 2023. Dalam kasus ini, Tom dituduh memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) sebanyak 105.000 ton pada 2015.
Pada waktu itu, Indonesia mengalami surplus gula, sehingga impor gula dari luar negeri dianggap tidak diperlukan.
Selain itu, berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004, hanya BUMN yang diperbolehkan mengimpor gula kristal putih (GKP).
Namun, Tom yang saat itu menjabat sebagai Mendag pada 2015-2016 memberikan izin impor GKM kepada PT PPI untuk bekerja sama dengan beberapa perusahaan swasta.
Kerja sama tersebut bertujuan untuk memenuhi pasokan dan mengolah GKM impor menjadi GKP sebanyak 300.000 ton.
"Seharusnya, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung. Selain itu, persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan diterbitkan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait," ujar Harli.
Atas perbuatannya, Tom Lembong dan tersangka lainnya, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI berinisial CS, diduga telah merugikan negara sekitar Rp400 miliar.(*)