Menghadapi aksi hedon dan flexing dari keluarga Rafael Alun (RA), mantan Kepala Kanwil Pajak, Jakarta Selatan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlihat satset alias gercep (gerak cepat). Namun 'kicep' saat berhadapan Kaesang Pangarep, anak bungsu Presiden Jokowi.
Perbandingan itu disampaikan mantan Menko Polhukam, Mahfud MD lewat akun media sosial (medsos) X, Kamis (5/9/2024). "Tentu, kita tak bisa memaksa KPK memanggil Kaesang. Tergantung itikad KPK saja. Tapi kalau alasannya karena Kaesang bukan pejabat, maka perlu dikoreksi dalam 2 hal," tulis Mahfud.
Pertama, Mahfud menyebut ahistorik. Banyak koruptor yang terlacak setelah anak atau isterinya yang bukan pejabat diperiksa. "Contoh: RA, seorang pejabat eselon III Kemkeu (Kementerian Keuangan), sekarang mendekam di penjara justru ketahuan korupsi setelah anaknya yang hedon dan flexing ditangkap," kata Mahfud.
Anak RA bergaya dengan mobil mewah berharga miliaran, menganiaya seseorang. Kemudian KPK melacak kaitan harta dan jabatan ayah dari anak itu. "Ternyata hasil korupsi. KPK memproses, RA dan dipenjarakan," ungkap Mahfud.
Kedua, lanjut Mahfud, jika alasan KPK karena (Kaesang) bukan pejabat (padahal patut diduga) kemudian dianggap tak bisa diproses, maka nanti setiap pejabat negara meminta pemberi gratifikasi untuk menyerahkan ke anak atau keluarganya. "Ini sudah dinyatakan oleh KPK via Alex Marwata dan Pimpinan PuKat UGM," pungkasnya.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron tiba-tiba memberikan pernyataan yang membela Kaesang Pangarep. Dia bilang, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu, tidak memiliki kewajiban hukum untuk melaporkan penerimaan gratifikasi.
Seseorang yang memiliki kewajiban untuk melaporkan penerimaan gratifikasi, kata Ghufron, hanya ditujukan bagi penyelenggara negara, seperti bupati, wali kota, dan gubernur. Jika mereka menerimanya, maka ada kewajiban untuk melaporkannya ke KPK.
Nantinya, Komisi Antirasuah itu akan memeriksa dan menentukan apakah penerimaan gratifikasi tersebut dirampas atau dikembalikan kembali kepada penerimanya. "Yang Anda tanyakan tadi yang bersangkutan (Kaesang) bukan penyelenggara negara, sehingga tidak ada kewajiban hukum untuk melaporkan," kata Ghufron di Serang, Banten, Kamis (5/9/2024),
Sebelumnya, KPK membatalkan klarifikasi atas dugaan gratifikasi penggunaan jet pribadi yang melibatkan Kaesang Pangarep. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto memastikan, KPK tak menerima tekanan dari pihak luar terkait pembatalan klarifikasi tersebut.
"Sama sekali tidak ada tekanan," kata Tessa di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (4/9/2024).
"Bahwa KPK berharap saudara K ini melakukan klarifikasi sendiri itu dari awal sudah disampaikan oleh pimpinan Pak AM (Alexander Marwata) dalam hal ini, sebenarnya ini juga agar isu ini tidak melebar ke mana-maan," sambungnya seperti dikutip dari inilah
Mahfud MD Bandingkan Dugaan 'Gratifikasi' Kaesang dengan Kasus Rafael Alun
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membandingkan kasus dugaan gratifikasi anak Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep, dengan kasus korupsi eks pejabat Kementerian Keuangan Rafael Alun.
Mahfud mempertanyakan alasan KPK tak mengusut dugaan gratifikasi Kaesang karena tak berstatus pejabat.
Dia menyebut kasus korupsi Rafael Alun juga dimulai dari kasus gaya hidup hedonisme anaknya.
"Banyak koruptor yang terlacak setelah anak atau isterinya yang bukan pejabat diperiksa. Contoh: RA, seorang pejabat Eselon III Kemenkeu sekarang mendekam di penjara justru ketahuan korupsi setelah anaknya yang hedon dan flexing ditangkap. Anak RA dengan mobil mewah menganiaya seseorang. KPK melacak kaitan harta dan jabatan ayah si anak: Ternyata hasil korupsi. KPK memproses, RA dipenjarakan," tulis Mahfud dalam akun X @mohmahfudmd, Kamis (5/9).
Mahfud sadar tak bisa memaksa KPK memanggil Kaesang dalam kasus ini. Dia berkata hal itu kembali pada iktikad baik KPK.
Meski demikian, dia mengingatkan alasan KPK tak melanjutkan kasus Kaesang ahistoris. Selain itu, pendapat itu justru akan menimbulkan celah hukum.
"Kalau alasan hanya karena bukan pejabat (padahal patut diduga) lalu dianggap tak bisa diproses maka nanti bisa setiap pejabat meminta pemberi gratifikasi untuk menyerahkan ke anak atau keluarganya," ujar Mahfud.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidilah Badrun melaporkan dugaan gratifikasi Kaesang Pangarep ke KPK.