Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas akan mengkaji kembali produk yang dinilai tidak layak mendapatkan sertifikasi halal, tetapi mendapatkan nomor sertifikasi halal.
“Saya belum tahu, kalau begitu kita cek dulu ya, benar tidak seperti itu,” kata Menag Yaqut di Tokyo, Minggu (30/9/2024).
Pernyataan itu menyusul seiring keluhan masyarakat yang menemukan sejumlah nama produk yang tidak memenuhi unsur halal, tetapi muncul dalam aplikasi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), seperti bir, rum, dan wine.
Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor.44 Tahun 2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk, dan Kemasan Produk yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal, suatu produk bisa diberi label halal apabila tidak memenuhi unsur yang diharamkan baik dari segi kandungan maupun penamaan.
Pada saat berita ini dibuat, nama-nama produk tersebut tidak muncul lagi di aplikasi BPJPH.
Menag juga mengimbau Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN) yang sudah diakui oleh BPJPH untuk lebih menyeleksi produk-produk luar negeri yang akan disertifikasi halal.
“Tugas LHLN yang menilai, kalau tidak halal ya tidak bisa,” kata Menag.
Pasalnya, Menag menargetkan peningkatan 200 persen sertifikasi produk halal, terutama dari Jepang pada Oktober mendatang.
Target itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
UU Ciptaker tersebut telah mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang mengatur produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal dan berlaku mulai 17 Oktober 2024.
Saat ini terdapat 150 lembaga halal di luar negeri yang sudah mendapat pengakuan BPJPH Kemenag.
Sejak dibentuk pada 2017 BPJPH Kemenag telah menerbitkan dua juta sertifikasi halal atau lima juta produk bersertifikat halal hingga saat ini.