Oleh: Radhar Tribaskoro - Anggota Komite KAMI
Baru-baru ini, masyarakat dikejutkan oleh laporan mengenai Wakil Presiden Indonesia, Gibran Rakabuming, yang diduga menggunakan akun anonim di platform Kaskus dengan nama pengguna fufufafa untuk menyerang sejumlah tokoh, termasuk Presiden Prabowo Subianto, artis, dan tokoh masyarakat.
Akun tersebut diduga telah melontarkan kata-kata hinaan dan konten mesum, yang tidak layak diucapkan, terutama oleh figur publik sekelas Wakil Presiden.
Meskipun Gibran membantah bahwa akun tersebut miliknya, sejumlah netizen dan pakar telematika telah mengungkap bukti kuat yang mengindikasikan keaslian klaim tersebut.
Figur Wakil Presiden adalah simbol integritas, kejujuran, dan moralitas yang tinggi dalam pemerintahan.
Tindakan yang melibatkan penggunaan akun anonim untuk melakukan tindakan pelecehan verbal atau tindakan memfitnah, apalagi dengan muatan mesum, merupakan pelanggaran serius terhadap standar etika seorang pejabat negara.
Beberapa alasan formal mengapa pelanggaran ini tidak dapat diterima untuk seorang Wakil Presiden adalah sebagai berikut:
1. Pelanggaran Terhadap Etika Publik: Wakil Presiden diharapkan menjadi teladan dalam berperilaku, baik di ranah pribadi maupun publik.
Menggunakan platform anonim untuk menyerang pihak lain merusak citra kepemimpinan dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepresidenan.
2. Pelanggaran Hukum: Tindakan penghinaan atau fitnah melalui media sosial bisa dianggap sebagai bentuk pelanggaran hukum berdasarkan UU ITE di Indonesia.
Jika terbukti Gibran terlibat dalam tindakan tersebut, maka ia juga dapat dikenakan sanksi hukum sesuai aturan yang berlaku.
3. Kebohongan Publik: Bantahan Gibran mengenai keterkaitannya dengan akun tersebut dapat dianggap sebagai kebohongan publik jika pada akhirnya terbukti bahwa akun fufufafa memang miliknya.
Hal ini merusak kepercayaan masyarakat dan menciptakan ketidakpastian di kalangan publik mengenai integritas pejabat tinggi negara.
4. Dampak Terhadap Reputasi Pemerintah: Skandal ini berpotensi merusak reputasi pemerintah Indonesia di mata masyarakat dan internasional. Seorang wakil presiden harus selalu menjaga kehormatan dirinya dan institusi yang ia wakili, dan tindakan semacam ini jelas mencemarkan reputasi tersebut.
Pemakzulan
Berdasarkan tindakan tersebut, beberapa kalangan berpendapat bahwa Gibran pantas dimakzulkan dari jabatannya sebagai Wakil Presiden.
Di beberapa negara demokratis, pejabat publik yang terbukti melanggar norma dan hukum moral seperti ini sering kali menghadapi pemakzulan atau pengunduran diri.
Proses pemakzulan merupakan mekanisme konstitusional untuk menegakkan akuntabilitas pejabat tinggi negara yang melakukan kesalahan atau penyalahgunaan wewenang.
Kasus Bill Clinton
Untuk memahami lebih dalam mengenai skandal yang dapat membawa seorang pejabat publik pada ancaman pemakzulan, kita dapat membandingkan kasus ini dengan skandal yang dialami oleh Presiden AS Bill Clinton.
Pada tahun 1998, Clinton menghadapi pemakzulan atas tuduhan perzinaan dengan Monica Lewinsky dan kebohongan di bawah sumpah.
Meskipun skandal tersebut bersifat pribadi, kebohongan Clinton di bawah sumpah di hadapan Kongres dianggap sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hukum dan kepercayaan publik.
Mirip dengan situasi Gibran, Bill Clinton membantah tuduhan awal sebelum akhirnya bukti mengungkapkan kebohongan tersebut.
Dalam kasus Clinton, meskipun ia tidak dicopot dari jabatannya melalui proses impeachment, reputasinya rusak dan kredibilitasnya sebagai Presiden dipertanyakan selama sisa masa jabatannya.
Clinton menghadapi kecaman publik yang luas atas perilakunya, meskipun ia selamat dari pemakzulan oleh Senat AS.
Jika kita menerapkan analogi ini pada kasus Gibran, situasinya bahkan lebih kompleks karena, berbeda dengan skandal pribadi Clinton, akun fufufafa yang diduga digunakan oleh Gibran menyerang presiden dan tokoh masyarakat dengan kata-kata kotor dan melecehkan.
Jika kebohongan Gibran terbukti, ia bukan hanya melanggar norma etika publik, tetapi juga merusak stabilitas politik dan kredibilitas pemerintah Indonesia.
Oleh karena itu, pemakzulan bisa menjadi salah satu opsi jika pemerintah atau lembaga hukum ingin menegakkan standar akuntabilitas dan etika publik di Indonesia.
Kesimpulan
Dalam konteks ini, dugaan pelanggaran oleh Gibran Rakabuming, jika terbukti benar, merupakan tindakan yang tidak dapat diterima bagi seorang Wakil Presiden.
Bantahan Gibran yang berpotensi sebagai kebohongan publik hanya akan memperparah skandal ini dan memperlemah posisi moralnya sebagai pemimpin.
Oleh karena itu, tuntutan untuk melakukan investigasi lebih lanjut, dan bila perlu, pemakzulan, merupakan langkah yang wajar dalam menjaga kredibilitas pemerintahan dan kepercayaan masyarakat.