Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, mendorong kebebasan perempuan di Afghanistan. Retno menekankan hak dan kebebasan perempuan di Afghanistan mengkhawatirkan.
Pernyataan itu disampaikan oleh Menlu Retno saat menghadiri pertemuan High-Level Side Event 'Inclusion of Women in the future of Afghanistan', yang diselenggarakan pada 23 September 2024 di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat. Menlu Retno yang berpatokan pada data UNESCO mencatat 1,4 juta anak perempuan di Afghanistan dilarang mengakses pendidikan.
"UNESCO mencatat setidaknya 1,4 juta anak perempuan Afghanistan dilarang mengakses pendidikan menengah pada tahun 2024. Kondisi yang mengkhawatirkan ini perlu menjadi perhatian kita bersama," kata Menlu Retno.
Menlu Retno diketahui menyempatkan diri untuk hadir dalam pertemuan tersebut di sela-sela High-level Week Sidang Majelis Umum PBB ke-79. Dia mendorong pelibatan dan pemenuhan hak-hak perempuan serta proses perdamaian di Afghanistan.
Menlu Retno lantas membandingkan dirinya yang sebagai perempuan dan seorang nenek namun tetap bisa bebas di hampir semua hal. Perbandingan ini, kata Retno, berbanding terbalik dengan kondisi perempuan di Afghanistan.
"Saya seorang wanita, seorang ibu, seorang nenek, dan seorang Muslim. Namun, saya memiliki kebebasan, akses terhadap hampir semua hal. Bagaimana dengan perempuan Afghanistan? Apakah mereka memiliki hak yang sama dengan saudara laki-laki mereka?", tanya Menlu Retno kepada para peserta, ketika membuka pertemuan.
Dalam sambutannya, Menlu Retno memaparkan bahwa selama tahun 2024, Indonesia bekerja sama dengan LSM lokal di Afghanistan untuk melaksanakan proyek psikososial yang melibatkan 400 perempuan Afghanistan.
Lebih lanjut, Indonesia juga siap untuk memberikan dukungan untuk pengembangan model bisnis microfinance syariah guna mendorong penciptaan lapangan kerja bagi para perempuan Afghanistan.
"Kita perlu menggunakan segala cara untuk menyuarakan aspirasi perempuan Afghanistan," pungkas Menlu Retno.
Diketahui, Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan ini bersama dengan Irlandia, Qatar, dan Swiss serta Women Forum on Afghanistan.
Sementara, pertemuan High-Level Side Event ini dibuka oleh Sekjen PBB, Presiden Swiss, dan Menteri Luar Negeri RI. Diskusi juga menghadirkan Menteri Luar Negeri Irlandia dan Qatar, Fawzia Koofi dan Habiba Sarabi yang merupakan aktivis perempuan Afghanistan, serta Rosemary DiCarlo, Under-Secretary-General PBB untuk isu Politik dan Bina Damai.
Sekjen PBB menyampaikan bahwa perempuan Afghanistan mengalami tingkat kekerasan berbasis gender dan angka kematian ibu yang tinggi. Diskusi mencatat pentingnya peran akses pendidikan bagi perempuan Afghanistan, serta kesempatan untuk dapat bekerja, termasuk dalam posisi kepemimpinan.
"Para perempuan Afghanistan menyampaikan kepada PBB bahwa mereka merasa tidak aman, terisolasi, dan tidak berdaya karena mereka kehilangan kemampuan untuk menafkahi keluarga atau berkontribusi bagi masyarakat mereka," ujar Sekjen PBB dalam sambutannya.