Peneliti Pusat Kajian Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak memiliki taji atau keberanian mengusut tuntas dugaan gratifikasi yang diduga diterima putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep.
Zaenur menganggap hal itu akibat revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tak cuma itu, dia juga mengungkapkan tidak adanya taji dari lembaga antirasuah untuk mengusut kasus ini semakin terlihat dari komposisi pimpinan yang dianggapnya kerap tersandung masalah.
"Ya tentu ini buah dari kombinasi revisi Undang-Undang KPK juga konfigurasi pimpinan KPK yang saat ini masih menjabat."
"Bahkan ini waktu give away dari Mahkamah Konstitusi kepada pimpinan KPK saat ini menjabat," katanya dalam program Overview Tribunnews, Rabu (4/9/2024).
Zaenur mengatakan revisi UU KPK yang menjadikan lembaga antirasuah berada di bawah lembaga eksekutif menjadi wujud bagaimana pelemahan terhadap KPK.
Sehingga, karena Kaesang adalah anak Jokowi, maka dia menilai KPK semakin takut untuk mengusut kasus dugaan gratifikasi yang viral ini.
Bobroknya KPK, sambung Zaenur, juga terlihat dari campur tangan eksekutif lewat banyaknya pejabat di lembaga antirasuah yang memiliki ikatan dengan lembaga eksekutif.
"Saya sebut saja secara terbuka, di Direktorat Penindakan, itu isinya didominasi oleh kepolisian dan Kejaksaan. Yang organik merupakan penyidik independen menduduki posisi yang tidak terlalu penting," ujarnya.
Zaenur menilai campur tangan pemerintah dalam operasional KPK sudah menjadi penanda bahwa lembaga antirasuah tidak memiliki independensi seperti sebelum revisi UU KPK berlaku.
Kembali lagi terkait kasus dugaan gratifikasi Kaesang, Zaenur mengungkapkan KPK tidak bakal berani untuk mengusut tuntas karena Ketua Umum PSI tersebut merupakan anak Jokowi.
Hal tersebut, kata Zaenur, semakin kentara saat Ketua KPK, Nawawi Pomolango yang tidak berani menyebut Kaesang sebagai anak Jokowi ketika menjelaskan terkait langkah lembaganya untuk mengusut kasus dugaan gratifikasi tersebut.
"Jadi memang inilah akibat penundukan KPK oleh kekuasaan dalam revisi UU KPK. Selama KPK-nya masih model begini yaitu berada di bawah ketiak eksekutif, juga secara operasional di bawah kendali kepolisian dan kejaksaan, maka selama itu pula KPK tidak akan bisa independen," pungkasnya.
KPK Cuma Gimik Usut Dugaan Gratifikasi Kaesang
Pada kesempatan yang sama, pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari juga menganggap bahwa KPK hanya gimik atau tidak serius dalam pengusutan dugaan gratifikasi jet pribadi Kaesang.
Feri menganggap tindakan KPK dalam penanganan kasus ini hanya demi meredam kemarahan publik saja karena telah viral.
Dia menilai gimik tersebut tidak hanya dilakukan KPK tetapi juga oleh pihak lain.
"Bagi saya, drama ini mau dituntaskan karena publik sedang mempertanyakan dan ini viral. Tidak cuma hanya pemberian ini siapa, kepentingannya apa."
"Bahkan hal-hal kecil pun dalam peristiwa pesawat jet ini dibicarakan publik kemana-mana. Nah ini yang mau dihentikan (oleh KPK) daya marah publik terkait viralnya kasus ini dengan membangun gimik-gimik seperti ini," katanya.
Dengan analisanya itu, Feri pun menilai KPK tidak akan tuntas dalam mengusut dugaan gratifikasi Kaesang.
Selain gimik, dia menganggap deretan pimpinan KPK yang tersandung masalah turut menjadi faktor kasus ini tidak tuntas.
Sehingga, Feri mengatakan hanya pimpinan KPK yang memiliki integritas yang bisa menyelesaikan kasus semacam ini.
"Saya tidak melihat ada indikasi (KPK menyelesaikan) itu. Tidak ke arah itu. KPK yang saat ini, bagi saya, terlalu banyak kepentingan di baliknya dan komisionernya banyak masalah."
"Dan menghadapi lingkaran utama Istana adalah bukan perkara yang mudah. Butuh integritas dan kapasitas untuk menyelesaikan kasus semacam ini," katanya.
Seperti diketahui, Kaesang dilaporkan ke KPK atas dugaan gratifikasi penggunaan fasilitas jet pribadi.
Kabar Kaesang diduga menerima gratifikasi bermula ketika istrinya, Erina Gudono, memamerkan foto jendela pesawat yang diduga jet pribadi di media sosial.
Erina mengunggah pemandangan dari kaca pesawat pada pada 17 Agustus silam di akun Instagram pribadinya.
Di sisi lain beredar juga video Kaesang dan Erina turun dari pesawat Gulfstream dengan nomor registrasi N588SE.
Hingga saat ini, Kaesang maupun Erina pun belum memberikan pernyataan apapun terkait dugaan gratifikasi jet pribadi tersebut seperti dikutip dari tribunnews
Batal Panggil Kaesang, KPK Bantah Ada Tekanan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tidak ada tekanan dari siapapun terkait batalnya pemanggilan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep soal dugaan gratifikasi penggunaan pesawat jet pribadi.
Jurubicara KPK, Tessa Mahardika mengatakan, KPK saat ini berfokus untuk menindaklanjuti laporan yang telah dilayangkan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, dan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun tersebut.
Namun Direktorat Gratifikasi batal mengundang Kaesang untuk diklarifikasi, karena sudah fokus ditindaklanjuti melalui Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM) PLPM KPK.
"Iya sama sekali tidak ada tekanan ya rekan-rekan sekalian, bahwa KPK berharap saudara K ini melakukan klarifikasi sendiri itu dari awal sudah disampaikan oleh pimpinan atau Pak AM dalam hal ini," kata Tessa kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu sore (4/9).
Tessa menegaskan, hingga saat ini, KPK juga masih membuka kesempatan kepada adik kandung Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029 Gibran Rakabuming Raka itu untuk memberikan klarifikasi di hadapan publik.
"Jadi bukan berarti menggebu-gebu atau tidak menggebu-gebu. KPK bekerja berdasarkan kerangka hukum, berdasarkan kewenangan, berdasarkan UU,” jelasnya.
“Pada saat ini penanganan perkara ini sudah dilakukan di Direktorat PLPM, tentunya itu tetap bisa ditindaklanjuti.
Bukan berarti stop, kawan-kawan. Tetap bisa ditindaklanjuti. Jadi tahapannya sudah tahapan di atas tahapan yang bisa dilakukan oleh Direktorat Gratifikasi,"***