Presiden Joko Widodo diakhir masa jabatannya mengingatkan bahwa 85 juta lapangan pekerjaan kemungkinan akan hilang pada tahun 2025 mendatang.
Menurutnya lapangan pekerjaan ini akan hilang lantaran imbas dari adanya kecerdasan buatan (Artificial intelligence) atau otomasi di berbagai sektor.
Hal ini ia ungkapkan dalam pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024 di Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (19/9/24) lalu.
Pernyataan Jokowi soal lapangan pekerjaan dan banyaknya pengangguran yang akan terjadi di Indonesia ini ia sampaikan saat dirinya akan segera meninggalkan posisinya.
Jokowi mengatakan dalam Bahasa Inggris, ‘Too Few Jobs for too Many People’.
Kalimat tersebut kurang lebihnya memiliki arti pekerjaan yang ada di Indonesia akan terbatas, tetapi manusianya terlalu banyak.
Hal ini sontak mengundang kritik yang pedas dari seorang Politisi Rocky Gerung.
Dalam akun youtubenya, Rocky justru blak-blakan menyindir bahwa hal inilah yang dinamakan Fufufafa.
“Inilah yang Namanya Fufufafa,” sindir Rocky, dikutip dari Youtube Rocky Gerung Official, Senin (23/9/24).
“Artinya, dia berkeluh kesah untuk sesuatu yang seharusnya kewajiban dia,” tambahnya.
Rocky Gerung mengatakan bahwa pernyataan Jokowi tersebut justru secara tidak langsung menunjukkan jika dirinya tidak bekerja secara optimal selama bertugas.
“Jadi semua hal yang seharusnya dia lakukan untuk memberi kesempatan rakyat menikmati 10 tahun masa kerjanya, justru dia tidak penuhi,” ungkapnya.
“Jadi buat apa berkeluh kesah untuk hal yang memang tugas dia itu,” tegasnya.
Rocky menilai bahwa tidak sepantasnya Jokowi berkeluh kesah soal hal tersebut. Pasalnya hal itu sudah menjadi tugasnya selama ini.
Rocky justru mengatakan bahwa hal ini semakin menunjukkan bahwa tingkat kebohongan Jokowi sudah Tingkat dewa.
“Kita tau kemampuan berbohong Jokowi makin lama makin Tingkat dewa itu,”ucapnya.
“Dia gagal membuktikan sesuatu yang dia janjikan, sekarang dia keluh kesahkan itu,” tambahnya seperti dikutip dari suara
Ancaman Badai PHK, Jokowi Akui Presiden Gagal
Jelang pensiun 20 Oktober mendatang, Presiden Joko Widodo memperingatkan masyarakat terkait ancaman gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Tidak main-main, Jokowi menyebut dampak ancaman tersebut bisa menyebabkan 85 juta pekerjaan hilang.
Padahal, Indonesia tengah menyambut bonus demografi 2030 yang harus adanya lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya.
Menurut Direktur Lembaga Riset Lanskap Politik Indonesia, Andi Yusran, badai PHK tersebut sesungguhnya sudah berlangsung, khususnya di sektor industri tekstil.
"Kabar yang sesungguhnya ingin didengar oleh publik adalah, apa yang telah dilakukan Jokowi dalam merespons badai PHK tersebut?" kata Andi Yusran kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Senin (23/9).
Analis Politik Universitas Nasional itu menegaskan, jika tidak ada strategi dan antisipasi yang jelas, maka pernyataan Jokowi tersebut sesungguhnya adalah pengakuan telah gagal sebagai presiden mengantisipasi PHK massal.
"Jika tidak ada strategi dan antisipasi, ini artinya Jokowi sekedar menyampaikan keluhan dan kegagalannya dalam mengantisipasi badai tersebut," pungkas Andi.
Gelombang PHK yang melanda sejumlah industri, termasuk tekstil, menjadi perhatian serius di akhir masa jabatan Jokowi. Tanpa strategi jelas, badai ini bisa berdampak panjang pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
RI Tidak Baik-Baik Saja, Pengangguran di Provinsi Ini Melonjak 5.000%
Banjirnya pengangguran dalam negeri masih terus berlanjut. Tutupnya pabrik-pabrik dalam negeri mendorong tingginya angka tenaga kerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini pun menjadi kabar buruk, tingginya angka PHK mendorong melemahnya daya beli yang tentunya akan mendorong anjloknya perekonomian Indonesia.
Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terbaru, pada periode Agustus 2024 terjadi lonjakan pada angka tenaga kerja yang ter-PHK sebesar 23,72% menjadi 46.240, dibandingkan periode Agustus 2023 sebesar 37.375.
Tercatat secara tahunan, terdapat lima provinsi yang mencatatkan peningkatan jumlah tenaga kerja ter-PHK per Agustus 2024.
Bangka Belitung mencatatkan peningkatan jumlah tenaga kerja ter-PHK tertinggi, dimana per Agustus 2024 kenaikan tercatat 5.375,76% menjadi 1.807 tenaga kerja, dari Agustus 2023 sebesar 33 tenaga kerja.
Diurutan kedua diisi oleh Sulawesi Tenggara dengan kenaikan 672,5%. Posisi ketiga ditempati oleh Sumatera Barat dengan melesat 584,91%. Kemudian pada urutan keempat diisi oleh DKI Jakarta yang naik 575,93% dan pada posisi kelima ditempati oleh Sumatera Utara dengan kenaikan 498,89%.
Salah satu penyumbang jumlah tenaga kerja ter-PHK berasal dari pabrik tekstil dalam negeri.
Terbaru, PT Sinar Panca Jaya di Semarang yang bergerak di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) akhirnya bangkrut.
"PHK masih terus terjadi. Kemarin ada PHK lagi 340 orang di PT Sinar Panca Jaya di Semarang. Jadi tutup total sekarang," katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Sabtu (14/9/2024).
Ristadi mengungkapkan, pabrik TPT di Semarang itu mulanya memiliki jumlah pekerja hingga 3.000-an orang. Setelah karam, PHK dilakukan secara bertahap, hingga sekitar 340 pekerjanya terkena pada Agustus 2024 lalu. Adapun pemberian pesangonnya masih negosiasi.
Perusahaan tersebut, menurut Ristadi memiliki pasar di dalam negeri dan ekspor. "Tapi enggak ada order, bikin (produksi) enggak kejual," ujar Ristadi.
Dengan tutupnya pabrik itu, jumlah pabrik TPT yang harus tiarap di dalam negeri sejak awal 2024 ini pun bertambah. "Data KSPN masih terus berjalan. Saya juga lagi turun ke daerah-daerah untuk kroscek dan begitu keadaannya," kata Ristadi.
Dia menuturkan, PHK menyisakan dampak menyedihkan bagi pekerja. Kehilangan sumber penghasilan berdampak berantai. Mulai dari masalah biaya hidup sehari-hari, sampai biaya sekolah dan tagihan cicilan yang belum beres.***