Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dua kali tak menghadiri sidang gugatan praperadilan terhadap tiga tersangka kasus dugaan korupsi PT ASDP (Persero) berinisial HMAC, MYH, dan IP.
Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan mengingatkan KPK untuk menaati proses hukum, dengan menghadiri gugatan praperadilan dari tersangka.
"Praperadilan itu instrumen hukum yang disediakan undang-undang (UU) untuk melakukan koreksi atas proses penyidikan oleh penyidik agar jangan melanggar due process of law yang sudah ditentukan KUHAP," kata Hinca kepada wartawan, Rabu (11/9).
Sebab, KPK kembali tak menghadiri sidang gugatan praperadilan tersangka dari pihak swasta berinisial A, pada Selasa (10/9).
Hinca menekankan praperadilan merupakan hak tersangka yang dilindungi UU. Ia mengingatkan, KPK bisa menghormati hak tersangka dengan menghadiri sidang praperadilan.
Legislator Fraksi Partai Demokrat itu menegaskan, pengadilan merupakan tempat terhormat untuk menguji tahapan-tahapan yang dilakukan KPK dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
"Pengadilan menjadi tempat terhormat untuk menguji tahapan demi tahapan yang bersifat administratif yang tak boleh diabaikan sebaliknya harus teratur dan ditaati dengan presisi," ucap Hinca.
Menurutnya, tidak ada alasan lembaga hukum termasuk KPK untuk tak hadir dalam sidang gugatan praperadilan tersangka. KPK harus benar-benar menyiapkan dalil penetapan tersangka untuk dibeberkan di pengadilan.
"Karena sifatnya menguji proses administratif due process of law atas hak asasi tersangka apakah penetapan status tersangka sah atau tidak, atau penggeledahan yang sah atau tidak sah atau penyitaan yang sah atau tidak sah penting dan vital, maka KUHAP menyediakan waktu yang singkat," tegas Hinca.
Sebagaimana diketahui, Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi mendaftarkan permohonan Praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Rabu, 28 Agustus 2024. Permohonan tersebut telah terdaftar dengan nomor perkara: 80/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL dan mempunyai klasifikasi sah atau tidaknya penetapan tersangka.
Dalam petitumnya, Ira meminta hakim tunggal Praperadilan menyatakan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 1072 Tahun 2024 tertanggal 19 Agustus 2024 tentang penetapan tersangka tidak sah dan tidak memiliki dasar hukum, dan karenanya surat keputusan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sidang perdana diagendakan pada Senin, 2 September 2024.
Selain Ira, Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono dan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Muhammad Yusuf Hadi juga mengajukan praperadilan. Keduanya mempermasalahkan status tersangka yang disematkan oleh KPK.
Perkara Harry teregister dengan nomor: 81/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL, sedangkan Yusuf teregister dengan nomor: 82/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL.