Umat Islam NKRI tidak keberatan dan tidak menolak kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia.
Sejak awal zaman, dengan 124.000 nabi dalam Islaam, dalam Ketuhanan Yang Maha Esa murni (Tawhiid), kami paham arti toleransi dan mengasih-sayangi, bahkan terhadap musuh Ketuhanan Yang Maha Esa sekalipun
Yang membuat Umat Islam di mana-mana di Indonesia keberatan, bahkan marah, adalah ketika Kementerian Komunikasi dan Informasi RI mengeluarkan surat Permohonan kepada Lembaga Penyiaran dan Ketua Asosiasi Persatuan Lembaga Penyiaran perihal Penyiaran Adzan Maghrib dan Misa Bersama Paus Fransiskus pada tgl 5 September 2024.
Dengan Surat No.B-2026/DJPPI/HM.05.8/09/2024 tanggal 02 September 2024.
Dan surat tersebut merujuk kepada Surat Dirjen Bimbingan Islam dan Dirjen Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama.
Dalam Surat Kementerian Kominfo tersebut, intinya meminta lembaga Penyiaran untuk tidak menayangkan ritual Adzan Maghrib di TV maupun di Lembaga Penyiaran lainnya.
Dan meminta tayangan Adzan Maghrib diganti dengan Running Text saja.
Karena pada jam tersebut akan bersamaan dengan ritual Misa Katholik, yang dipimpin oleh Paus Fransiskus, yang dimaksudkan disiarkan secara langsung dan tidak boleh terputus, di seluruh TV Nasional.
Seperti yang kita ketahui selama ini baik TV Nasional maupun lokal rutin mengumandangkan dan menayangkam Adzan Magrib, di sela-sela tayangan/program.
Selama ini Pemerintah maupun beberapa Ormas selalu menggaungkan slogan-slogan toleransi, Kebhinnekaan maupun "Pancasila harga mati" dsb.; tetapi mereka juga yang sering melakukan perbuatan-perbuatan maupun kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan slogan-slogan yang digaungkan oleh mereka sendiri itu.
Bagaimana mungkin suatu ritual yang rutin dan kepentingan kaum Muslimiin, harus dikalahkan hanya untuk menghargai dan toleransi terhadap kaum lain yang juga sedang melakukan ritual?
Siapa yang sengaja membuat benturan demikian? Untuk apa?
Yang dapat ditoleransikan adalah masalah hubungan antara manusia yang biasa kita sebut dengan Muamalah.
Tetapi jika sudah menyangkut 'Aqidah dan Ritual Peribadatan, itu tidak pantas masuk ranah toleransi.
Yang mana dalam hal ini sudah ditegaskan dalam Al Qur'an dalam Surat Al Kafirun yang menyatakan "UNTUKMU AGAMAMU DAN UNTUKKU AGAMAKU ..."
Dan hal ini juga sudah ditegaskan dalam konstitusi negara kita khususnya Pasal 29 ayat 2 UUD 1945:
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Oleh sebab itu Surat Permohonan yang dikirimkan oleh Kementrian KOMINFO kepada lembaga Penyiaran dan Asosiasi Persatuan Lembaga penyiaran itu kami himbau untuk:
Ditolak.
Diabaikan.
Karena Surat tersebut hanya berupa permohonan yang mana bisa diterima atau bisa juga ditolak.
Demi kerukunan hidup beragama berdasarkan Pancasila, khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan Siaran Misa yang dipimpin oleh Paus Fransiskus dapat saja dilakukan siaran tunda, atau dipotong 2-3 menit untuk kumandang adzan, atau siaran ulang pada jam-jam yang tidak berbenturan dengan ritual agama lain. Dan sebagainya cara.
Semuanya ini bijak dilakukan, demi terjaganya kerukunan hidup beragama, di Negara Pancasila yang kita cintai ini.
Oleh : 'Abdullah Al Katiri
🇮🇩 Koordinator Presidium
Gerakan Nasional Anti Islamofobia (GNAI). Dipublikasikan juga atas nama anggota presidium nasional GNAI. 🇮🇩