Oleh: Faisal S Sallatalohy - Kandidat Doktor Hukum Trisakti
BUKAN hanya Gibran dan Kaesang, anak perempuan Presiden Jokowi yang terhormat, Kahiyang Ayu dan menantunya Bobby Nasution juga ikut bermain dan memiliki bisnis tambang dalam negeri.
Kahiyang dan suaminya, belakangan diketahui memiliki perusahan yang beroperasi pada sejumlah wilayah konsesi di beberapa daerah. Sejauh ini, perusahan keduannya bermain senyap, dikondisikan agar tertutup dari penglihatan publik.
Namun begitulah barang busuk. Mau disimpan, ditutup, dimanipulasi se-rapat, se-canggih apapun, akan menguap juga aroma busuknya.
Kini perusahan tambang keduanya, muncul ke permukaan dan terseret dalam pusaran kasus korupsi serta gratifikasi Tambang Nikel dengan Kode "Blok Medan" di Halmahera Timur, Maluku Utara.
Hal ini terungkap dalam kesaksian Mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba pada sidang lanjutan di PN Kota Ternate.
Dalam persidangan, sebagai tersangka, Abdul Ghani Kasuba mengakui terlibat dalam pengaturan izin usaha pertambangan nikel milik Kahiyang dan Bobby yang beroperasi di Halmahera Timur.
Abdul Ghani Kasuba menegaskan, istilah "Blok Medan" merujuk pada nama individu yang memiliki kekuatan besar dalam jaringan korupsi pengaturan izin pertambangan di Halmahera.
Nama Individu pemilik kode "Blok Medan" dalam pusaran korupsi pengaturan izin pertambangan yang dimaksud Abdul Ghani adalah putri Presiden Jokowi, Kahiyang dan Bobby.
Abdul Gani Kasuba mengakui, sengaja menggunakan istilah "Blok Medan" sebagai penanda untuk perusahan dan wilayah konsesi nikel milik Kahiyang di Halmahera Timur.
Dirinya juga mengakui, sempat berkunjung ke Medan sebelum dirinya ditetapkan sebagai tersangka pengaturan izin usaha " Blok Medan". Dalam kunjungan itu, Kahiyang ingin bertemu dengan anaknya, membicarakan masalah tambang.
Istilah "Blok Medan" dalam pengakuan Abdul Ghani Kasuba dibenarkan tersangka lainnya, yakni Kepala Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara Suryanto Andili.
Dalam kesaksiannya, Suryanto mengatakan, Abdul Ghani Kasuba menggunakan kode ‘Blok Medan’ sebagai penanda perusahan nikel milik Kahiyang dan Bobby.
Suryanto mengaku, sebelumnya, untuk memuluskan perizinan usaha pertambangan milik Bobby Nasution, ia sempat diajak Abdul Ghani Kasuba menghadiri pertemuan dengan salah satu pengusaha di Medan.
Ia datang menggantikan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Maluku Utara, Bambang Hermawan yang tak bisa hadir.
Pertemuan ini turut dihadiri Ketua Dewan Pengurus Gerindra Maluku Utara, Muhaimin Syarif dan anak Abdul Ghani Kasuba, Nazla Kasuba.
Keduanya diketahui merupakan pemegang saham utama PT Prisma Lestari, perusahaan tambang nikel di Weda Tengah, Halmahera Tengah.
Perusahaan ini menambang di lahan seluas 1.229 hektare berdasarkan Surat Keputusan Bupati Halmahera Tengah tahun 2008.
Suryanto mengatakan, selain Abdul Ghani Kasuba, Muhaimin yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka sangat paham seluk-beluk operasional kode "Blok Medan" di Halmahera Timur. Menurutnya, agar kode Blok Medan makin terang terbaca, sebaiknya Muhaimin diminta untuk menjelaskannya.
Kahiyang dan Bobby merupakan bagian dari keluarga Jokowi yang dekat dengan kekuasaan. Jika kesaksian ini diabaikan penegak hukum, terutama KPK, sama halnya dengan membenarkan adanya kolusi, korupsi, dan nepotisme dinasti Jokowi yang getol memanfaatkan kuasa jabatannya sebagai presiden untuk memuluskan kepentingan bisnis keluarga.
Indikasi perilaku korup dalam pengaturan izin tambang dengan mengandalkan kekuatan Istana Kepresidenan seperti ini bukan hal baru.
Data terakhir The Economist's Maiden terakit Crony-Capitalisme Indeks pada Maret 2023 lalu, menempatkan Indonesia menduduki peringkat ke 8 dunia.
Hebat kan! Masuk 10 besar dunia loh!
Secara teoritis, praktik rent-seeking berkaitan erat dengan kedekatan pengusaha dan pemerintah, atau pemerintah yang mengasosiasikan dirinya sebagai pengusaha.
Dengan model dominasi kekuatan politik dan hukum, mereka bertindak korup dan manipulatif dalam melahirkan sederet regulasi ekonomi bercorak neoliberal untuk memudahkan mereka mencuri-korupsi aset milik rakyat lewat praktik rent-seeking yang bersumber dari "bisnis kroni".
Sejalan dengan indikator penilaian rent-seeking dalam riset crony-capitalism indeks The Economist's, pertambangan termasuk nikel masuk kategori Industri yang sangat rentan dimopoli pemerintah untuk kesuksesan binis pribadi dan kolega.
Apakah KPK berani mendalami, memanggil dan memeriksa Kahiyang-Bobby? Boleh jadi seperti laporan korupsi dua anak presiden lainnya, Gibran dan Kaesang. KPK mandul layaknya "macan ompong".
Pastinya, setiap indikasi layak dipertkmbangakan untuk didalami dan usut tuntas. Rakyat menanti keberanian KPK! ***