Konflik PKB dengan PBNU dimulai setelah Muktamar ke-34 NU. Ada janji yang tidak dipenuhi setelah Gus Yahya terpilih sebagai Ketum PBNU.
Sekitar 20 hari menjelang Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama di Lampung, Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya berkunjung ke rumah Muhaimin Iskandar di kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan.
Di situ, Yahya meminta tolong kepada Muhaimin alias Cak Imin agar Partai Kebangkitan Bangsa mendukungnya sebagai Ketua Umum Pengurus Besar NU. Waktu itu Yahya tengah bersaing dengan Said Aqil Siroj, yang notabene merupakan petahana.
“Sudah ada salaman bahwa ‘aku gelem dukung kamu kalau sekjennya Gus Salam (Abdussalam Sohib)’,” tutur kader NU yang mengetahui isi pertemuan pada akhir 2021 itu kepada detikX.
Setelah terpilih, rupanya Gus Yahya menolak Gus Salam sebagai Sekjen PBNU. Dia memilih Saifullah Yusuf alias Gus Ipul.
Di kalangan internal PBNU kala itu, tersiar rumor bahwa Cak Imin berbalik arah dan malah mendukung Said Aqil. Gus Yahya menganggap itu sebagai pengkhianatan. Kesepakatan dengan Cak Imin otomatis dibatalkan.
Dua kader NU yang tahu peristiwa itu bercerita, Cak Imin sebetulnya bukan mendukung Said Aqil. Saat itu, kata dua sumber ini, Cak Imin hanya berupaya berada di posisi netral. Itu dilakukan lantaran dia juga punya kedekatan dengan Said Aqil.
Ketua Umum PKB ini merupakan orang yang menyokong kemenangan Said Aqil sebagai Ketua Umum PBNU periode 2010-2015 dan 2015-2020.
“Mulai retaknya (hubungan Gus Muhaimin dengan Gus Yahya) di situ,” tutur salah seorang sumber.
Gus Salam tidak menampik kabar adanya kesepakatan antara Gus Yahya dan Cak Imin saat Muktamar ke-34 NU. Kesepakatan itu berkaitan dengan syarat dari PKB untuk memberikan dukungan terhadap Gus Yahya. Waktu itu, Gus Salam berperan sebagai perantara komunikasi antara Gus Yahya dan Cak Imin.
Namun, kata Gus Salam, kesepakatan itu tidak dilaksanakan. Hanya, Gus Salam tidak menjelaskan apakah betul kesepakatan itu terkait namanya yang diajukan sebagai Sekjen PBNU atau bukan.
“Kalau itu tanyanya ke Gus Yahya,” jelas Gus Salam melalui sambungan telepon.
detikX sudah menghubungi Gus Yahya via telepon dan pesan singkat untuk mengkonfirmasi cerita itu. Namun sampai artikel ini diterbitkan, Gus Yahya belum memberikan jawaban. Upaya yang sama juga kami lakukan kepada Cak Imin. Dia belum bisa menerima permintaan wawancara detikX dengan alasan masih sibuk keliling Jawa Barat.
Kerenggangan hubungan antara Cak Imin dan Gus Yahya akhirnya menjelma ketegangan antara PBNU dan PKB, meski secara historis keduanya tidak bisa terpisahkan. PKB adalah ‘anak kandung’ PBNU.
Hubungan ‘bapak’ dengan ‘anak’ ini kian meruncing ketika Gus Yahya mengatakan akan memisahkan PBNU dari partai politik. Menjelang Pilpres 2024, sikap itu ditunjukkan PBNU dengan memecat sejumlah pengurus NU yang dekat dengan PKB.
Namun cendekiawan NU Nadirsyah Hosen menganggap sikap yang diambil Gus Yahya untuk menjauh dari partai politik ini tidak konsisten. Itu terlihat dari upaya Gus Yahya dan Gus Ipul yang malah mengonsolidasi struktur di bawah PBNU untuk memilih pasangan calon tertentu pada Pilpres 2024. Yang jelas bukan pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
“Jadi caranya (menjauhkan diri dari partai politik) adalah bukannya kemudian bersikap netral kepada semua, tapi justru merangkul semua, kecuali PKB. Nah, ini yang kemudian menimbulkan gesekan,” ungkap Gus Nadir saat dihubungi via telepon.
Manuver Gus Yahya dan Gus Ipul ini semakin memanaskan hubungan PKB dengan PBNU. Dalam sejumlah kesempatan, Gus Yahya dan Cak Imin kerap saling singgung. Salah satunya pernyataan Cak Imin saat acara perayaan hari lahir ke-26 PKB pada Juli lalu. Di situ, Gus Muhaimin berkelakar Ketua NU di hatinya tetaplah KH Marzuki Mustamar. Padahal KH Marzuki sudah dicopot dari jabatannya sebagai Ketua PWNU Jawa Timur pada akhir 2023.
“Soal SK, kan bisa buatkan lagi nanti. Wong cuma tanda tangan ngono wae kok,” kelakar Cak Imin waktu itu.
Gus Yahya menganggap kelakar ini telah mengerdilkan PBNU. Cak Imin disebut Gus Yahya sebagai anak kecil.
“Kami kan tidak mau ikut-ikutan kayak anak kecil begitu,” tutur Gus Yahya.
Pembentukan Panitia Khusus Hak Angket Haji oleh DPR menambah ketegangan PBNU dengan PKB. Pansus ini dibentuk setelah DPR menemukan banyak kejanggalan dalam pelaksanaan haji 2024. Cak Imin merupakan Ketua Tim Pengawas Haji 2024 dari DPR. Di sidang paripurna DPR, Cak Imin, sebagai Wakil Ketua DPR, memimpin rapat persetujuan Pansus Haji tersebut.
Namun Gus Yahya menduga Pansus Haji merupakan serangan balik terhadap PBNU. Adiknya, yakni Menteri Agama Yaqut Cholil Staquf, dianggap telah menjadi ‘target operasi’ untuk dilengserkan.
“Jangan-jangan karena dia yang sebetulnya diincar PBNU, ketua umumnya kebetulan saya, menterinya adik saya, lalu diincar karena masalah-masalah alasan pribadi,” ungkap Gus Yahya.
Pernyataan itu ramai-ramai dibantah anggota Pansus Haji. Salah satunya oleh anggota Komisi VIII Maman Imanul Haq.
Maman bilang Pansus Haji tidak ada kaitannya dengan PBNU. Pembentukan Pansus Haji juga bukan karena motif pribadi. Apalagi jika dikatakan bahwa Pansus Haji adalah semata usulan Gus Muhaimin.
Faktanya, kata Maman, pembentukan Pansus Haji disetujui semua fraksi di DPR. Murni lantaran DPR ingin membenahi permasalahan haji yang tidak kunjung kelar, salah satunya soal penetapan kuota haji.
“Tidak ada istilah bahwa ini dibidik, di-TO (target operasi), dan lain sebagainya,” tegas Maman melalui pesan suara kepada detikX.
Walau sudah ramai-ramai dibantah, nyatanya, pembentukan Pansus Haji tetap menimbulkan gejolak di PBNU. Narasi seolah PKB dan Gus Muhaimin-lah yang mengusulkan pembentukan Pansus Haji menimbulkan reaksi dari PBNU. Sebagai balasannya, PBNU kemudian membentuk tim khusus alias Tim Lima yang diduga bertujuan merebut kembali PKB.
Meski kemudian Gus Ipul berdalih bahwa pembentukan Tim Lima sama sekali tidak berkaitan dengan Pansus Haji. Tim Lima, kata Gus Ipul, dibentuk karena selama ini banyak petinggi PKB yang kerap melontarkan pernyataan ahistoris dan mengerdilkan PBNU.
Salah satu sikap yang dianggap ahistoris itu adalah ketika PKB memilih Anies sebagai calon presiden yang diusung pada Pilpres 2024. Penunjukan Anies Baswedan sebagai capres oleh PKB ini, kata Gus Ipul, tanpa dikonsultasikan terlebih dulu dengan para sesepuh NU, termasuk Gus Yahya dan Rais Aam NU Miftachul Achyar. PKB, sambung Gus Ipul, seolah lupa bahwa yang mendirikan partai tersebut adalah PBNU.
“Kan (PKB dan PBNU) ada hubungan aspiratif. Yang memilih (PKB) kan banyak orang NU juga. Orang NU jadi tanya sama kiai PBNU, kan kita jadi nggak bisa menjelaskan, akhirnya bingung,” ungkap Gus Ipul kepada detikX. Gus Ipul sendiri pada Pilpres 2024 menyatakan dukungan kepada Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Namun pernyataan itu juga lagi-lagi ditampik PKB. Gus Muhaimin, kata beberapa petinggi PKB, sudah sekitar empat kali membuat janji bertemu dengan Miftachul Akhyar sebelum memilih Anies Baswedan sebagai capres. Sayangnya, pertemuan itu tidak pernah terlaksana.
Dengan begitu, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengatakan mestinya tidak ada alasan bagi PBNU membentuk Tim Lima. Apalagi jika tujuannya adalah merebut PKB.
“PKB bukan badan otonom NU. NU tidak punya hak sama sekali secara organisasi mengintervensi PKB,” pungkas Cak Jazil kepada detikX.