Sumpah pocong adalah salah satu ritual unik yang kerap digunakan untuk membuktikan tuduhan atau kasus yang minim atau bahkan tidak memiliki bukti.
Kasus sumpah pocong kembali menjadi perhatian dengan rencana pelaksanaan oleh Saka Tatal, seorang mantan terpidana dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon.
Saka Tatal dijadwalkan akan menjalani sumpah pocong di Padepokan Agung Amparan Jati setelah salat Jumat (9/8/2024), sebagai upaya untuk membersihkan namanya dari tuduhan yang selama ini melekat.
Dalam ritual ini, pelaku sumpah pocong mengenakan kain kafan yang identik dengan ciri khas pocong.
Meskipun ada variasi dalam tata cara pelaksanaannya (seperti pelaku yang hanya dikerudungi kain kafan sambil duduk) sumpah pocong tetap merupakan tradisi lokal yang sarat dengan norma adat dan dipercaya mampu membawa laknat dari Tuhan bagi mereka yang berbohong.
Masyarakat percaya, apabila keterangan atau janjinya tidak benar. Maka si pelaku yang sudah bersumpah akan mendapat hukuman atau laknat dari Tuhan.
Berikut deretan fakta sumpah pocong yang dikutip dari berbagai sumber.
- Sejarah Sumpah Pocong dan Penggunaannya dalam Kasus Tertentu
Walaupun tidak ada literatur resmi yang membahas sejarah sumpah pocong, masyarakat percaya bahwa ritual ini telah ada sejak zaman kerajaan dan sering kali dikaitkan dengan tradisi kejawen dan praktik klenik lainnya.
Ritual sumpah pocong biasanya digunakan dalam kasus-kasus tertentu, terutama yang tidak bisa diselesaikan melalui hukum atau pengadilan.
Contohnya, kasus yang melibatkan tuduhan tanpa bukti seperti santet, sihir, atau fitnah besar, di mana sumpah pocong dianggap sebagai jalan terakhir dengan Tuhan sebagai hakimnya.
Dalam konteks kasus Saka Tatal, sumpah pocong dipilih sebagai cara untuk mengungkapkan kebenaran dan memberikan kesaksian penting.
Dengan melaksanakan ritual ini, Saka Tatal berharap bisa meyakinkan publik bahwa ia bukanlah pelaku pembunuhan dan pemerkosaan, tetapi korban dari sebuah rekayasa.
- Proses dan Dampak Mengerikan dari Sumpah Pocong
Pelaksanaan sumpah pocong melibatkan tiga komponen utama: kain kafan atau mori, saksi, dan sumpah itu sendiri.
Orang yang akan melakukan sumpah pocong diperlakukan seperti jenazah—dimandikan dan dibalut dengan kain kafan.
Tokoh adat atau pemimpin ritual akan membimbingnya untuk mengucapkan sumpah, serta deretan risiko yang akan ditanggung jika ia berbohong, seperti kematian mendadak, penyakit parah, atau kemiskinan yang turun-temurun.
Dampak sumpah pocong diyakini sangat mengerikan. Menurut kepercayaan, siapa pun yang berbohong saat melakukan sumpah ini akan segera mengalami azab sesuai dengan apa yang diucapkannya.
Oleh karena itu, hanya mereka yang benar-benar yakin dengan kebenarannya yang berani melaksanakan ritual ini.
Dalam kasus Saka Tatal, pelaksanaan sumpah pocong menjadi momen krusial untuk membuktikan kebenarannya.
Dukungan dari Padepokan Agung Amparan Jati serta persiapan ritual yang matang menegaskan bahwa sumpah pocong ini bukan sekadar formalitas, tetapi langkah serius untuk "menegakkan keadilan" seperti dikutip dari akurat
Kuasa Hukum Saka Tatal, Farhat Abbas, mengatakan Iptu Rudiana tidak hadir untuk melaksanakan sumpah pocong di Padepokan Amparan Jati Cirebon pada Jumat (9/8/2024).
“Hari ini kami tunggu, Rudiana tidak hadir. Tapi sumpah pocong Saka Tatal tetap dilaksanakan. Buat sesepuh Cirebon, semoga merestui niat baik Saka Tatal,” kata Farhat.
“Rudiana tidak hadir tapi Saka Tatal tetap melaksanakan sumpahnya. Bahwa Saka Tatal Tatal bukan pelakunya, bukan pembunuhnya. Semoga tujuh terpidana bisa dibebaskan,” sambungnya.
Farhat menilai pengacara Iptu Rudiana menyarankan agar kliennya tidak mengikuti sumpah ini padahal yang menantang adalah Iptu Rudiana sendiri.***