- Anggota Dewan Pakar Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ramai-ramai mengundurkan diri sebagai kader jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Informasi yang dihimpun, ada sejumlah alasan yang membuat mereka kecewa hingga akhirnya memilih mengembalikan kartu anggota alias KTA.
Dewan Pakar yang berjumlah 28 orang itu kecewa dengan sikap PKS yang bergabung ke Koalisi Indonesia Maju atau KIM.
Terlebih ketika partai tersebut mendukung pencalonan menantu Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumatera Utara (Sumut).
Ada pun pernyataan mengundurkan diri 28 anggota Dewan Pakar PKS tersebut dipimpin langsung oleh mantan Danjen Kopasus Mayjen TNI (Purn) Soenarko. Video pernyataan sikap mereka beredar di berbagai platform media sosial.
Salah satunya diunggah akun @OmJ_JeNggot di aplikasi X (twitter).
1. "28 orang Dewan Pakar PKS mengundurkan diri‼️
2. Alasan: Menolak Bergabung dengan KIM
3. Menolak Melanggengkan Politik dinasti
Dll, Senen 26 Agustus 2024
PKS dibuat Brantakan Oleh Para Begundal yg memaksakan diri untuk berkoalisi. Ingat Yg baik g akan mau bergabung dgn yg Jahat," tulis akun tersebut sembari membagikan video, dikutip Selasa (27/8/2024).
Dala video yang beredar itu, Soenarko mengatakan, seiring perkembangan politik, dia dan 28 dewan pakar lain merasa tidak cocok lagi dengan sikap PKS saat ini.
Menurut mereka ada tiga alasan di balik aksi mengundurkan diri sebagai Dewan Pakar PKS:
Bergabung dengan KIM, yang melaksanakan atau mengikuti Pilpres dengan indikasi melakukan kecurangan dan brutal.
PKS saat ini mendukung Bobby Nasution di Sumut yang berarti melanggengkan politik dinasti Jokowi.
Pilkada yang akan berjalan pada waktu yang akan datang, PKS dinilai kurang mendengarkan mayoritas aspirasi rakyat, tetapi keputusan yang terpengaruh oleh kepentingan elite partai.
“Sehubungan dengan hal-hal tersebut, bersama ini kami menyatakan mengundurkan diri dari keanggotaan PKS,” tegas Soenarko seperti dikutip dari fajar
Berikut daftar nama Dewan Pakar PKS yang menyatakan mundur.
1. Soenarko
2. Asep Burhanudin
3. M. Amin Syahbudiono
4. Chaidir Serunting
5. Sigit Sukirno
6. Kaswakit
7. Endang Hariyanti
8. Ken Chaidian
9. Senindar Sudrajat
10. Yuti S. Halilin
11. Khaeruly
12. Prio Sadewo
13. Emmy Yuswatiningsih
14. Wahlujanto
15. Agus Wahyudi
16. Hasnan
17. Kusumastono
18. Irwan Nurhadi
19. Iman Sudrajat
20. Bastian Umar
21. Rusli H
22. Jaka
23. Nazir Syah
24. Sumarto
25. Fitri Hadi S
26. Enny Mendarto
27. Gadang P
28. Widagdo
29. Heru S. Kresno
30. Suzaenur
Sementara kebijakan PKS, selama ini hanya berbasis pada dalih ‘maslahat’. Sebab, konsistensi berada di KIM Plus dengan alasan tak cukup kursi untuk berjuang sendiri di Pilkada Jakarta misalnya, terbantahkan pasca putusan MK. Di Pilkada Jakarta, PDIP yang kursinya hanya 15 dibawah PKS saja bisa maju sendiri.
Sikap politik Dewan Pakar PKS ini, patut dijadikan teladan. Sikap ini menunjukan, loyalitas pada partai berangkat dari keamanan visi perjuangan. Manakala visi itu bergeser, loyalitas pun dicabut.
Sikap ini juga harus konsisten dimiliki oleh semua rakyat. Jangan hanya karena mengidolakan tokoh atau partai tertentu, tak lagi bisa menentukan sikap dan pilihan langkah perjuangan.
Tanpa tokoh dan partai, perjuangan harus tetap dilanjutkan. Sementara taklid buta pada tokoh dan partai, meski telah melenceng dari rel perjuangan, akan berakibat fatal yakni menjadi korban pengkhianatan.
Karena itu, umat harus memiliki parameter yang jelas dalam berjuang. Yakni, syariat Islam. Sepanjang tokoh dan partai memperjuangkan syariat Islam dan ada pada jalur kebenaran, maka umat memberikan dukungan dan pembelaan.***