Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

[BREAKING NEWS] BERINGAS! Polisi Bubarkan Aksi Kawal Putusan MK, Telinga Mahasiswa Nyaris Putus!

 

Ribuan massa aksi yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa se kota Palu menggelar aksi untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi di depan kantor DPRD Provinsi Sulteng, Jalan Samratulangi, Kota Palu, Jumat (23/8) berujung bentrok.

Massa aksi melakukan orasi di depan kantor DPRD Sulteng secara bergantian, dimana meminta agar bisa masuk kedalam kantor untuk menyampaikan aspirasi kepada anggota dewan.

Namun keinginan massa aksi tidak mendapatkan persetujuan dari aparat kepolisian, dikarenakan massa aksi tidak menginginkan hanya perwakilan untuk melakukan audensi dan meminta semua massa aksi masuk, sehingga massa aksi mencoba menerobos untuk masuk barisan penjagaan aparat kepolisian.

Aksi saling dorong dan serta adanya pelemparan, membuat aparat melakukan pelumpuhan massa dengan menggunakan gas air mata dan meminta agar massa aksi untuk mundur. Dalam pengamanan yang dipimpin oleh Kapolresta Palu Kombes Pol Barliansyah terus meminta agar massa aksi untuk bubarkan diri.

Pantaun Radar Sulteng, ratusan personel yang disiapkan pun terus meminta agar massa untuk mundur, hingga di simpang empat jalan S.Parman. Aparat kepolisian melakukan pembentengan agar massa aksi dapat bubar.

Bentrok antara polisi dan mahasiswa tak terlelakkan, lemparan batu, tembakan gas air mata dari pihak kepolisian, sejumlah personel kepolisian menjadi “beringas” mengejar mahasiswa dan membuat mahasiswa kocar-kacir dan disusul pengejaran polisi kepada mahasiswa, hingga sejumlah mahasiswa berhasil diamankan dan beberapa mahasiswa terluka, baik luka ringan maupun luka serius.

Empat mahasiswa yang diamankan oleh aparat kepolisian telah dipulangkan dengan menandatangani surat perjanjian.

Berdasarkan data yang diperoleh Radar Sulteng mahasiswa yang mengalami luka, bernama Thoriq Gifani mahasiswa FISIP jurusan Ilmu Pemerintahan mengalami luka bagian pelipis kiri, Rafi Akbar mahasiswa FISIP Untad jurusan komunikasi mengalami luka robek di telinga bagian kiri nyaris putus dan Ayub mahasiswa Fakultas Kehutanan Untad, dirawat di RS Bhayangkara tidak sadarkan diri.

Sementara Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan Untad, Sagaf menyampaikan bahwa ada tiga mahasiswa Untad menjadi korban, saat unjuk rasa mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) di depan Gedung DPRD Sulawesi Tengah, Kota Palu, Jumat (23/8).

“Satu orang masih dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Palu,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa korban itu merupakan mahasiswa baru asal Fakultas Kehutanan Untad. Sementara satu mahasiswa lainnya, sudah kembali ke tempat tinggalnya.

Khususus mahasiswa yang sedang dirawat saat itu, sudah dalam kondisi sadar, dan mendapatkan perawatan intensif dari rumah sakit. Mahasiswa itu dibawa ke RS Bhayangkara dalam kondisi tidak sadar.

“Saya juga sempat komunikasi dengan korban. Saya berpesan kepada pihak rumah sakit, mohon dirawat dengan maksimal,” kata Sagaf.

Sementara, salah seorang mahasiswa yang diduga kena pukulan dibagian telinga, saat ini sedang dirawat di RS Undata Palu. Sagaf kembali menegaskan, pihak universitas telah berpesan ke pihak rumah sakit, untuk memberikan pelayanan kesehatan semaksimal mungkin.

Sampai dengan berita ini terbit pihak kepolisian belum memberikan keterangan kepada wartawan seperti dikutip dari radarsulteng

Amnesty Soal Demo RUU Pilkada: Aparat Brutal, Banyak Massa Yang Ditangkap!

Amnesty International Indonesia (AII) mengatakan aparat kepolisian menggunakan kekuatan berlebih dan cenderung brutal saat mengamankan aksi demonstrasi warga menolak pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada di DPR RI, Kamis (22/8).

Kesimpulan itu diperoleh Amnesty setelah melakukan pemantauan di sejumlah daerah termasuk Jakarta.

"Satu kata, brutal. Pengamanan yang semula kondusif, berujung brutal. Dan fatalnya, ini bukan pertama kali," ujar Direktur Eksekutif AII Usman Hamid dikutip dari laman AII, Jumat (23/8).

"Aparat yang brutal tersebut seolah tidak mau belajar dari sejarah bahwa penggunaan kekuatan eksesif telah merenggut hak asasi manusia, dari hak untuk berkumpul damai hingga hak untuk hidup, tidak disiksa dan diperlakukan tidak manusiawi," sambungnya.

Usman menegaskan para demonstran bukan kriminal, tetapi hanya warga yang ingin mengkritik pejabat dan lembaga negara.

Bahkan, kata dia, jika melanggar hukum pun tidak boleh diperlakukan dengan tindakan brutal.

"Sejak pagi, Amnesty memantau langsung jalannya protes. Di petang hari, ada banyak yang ditangkap dan diperlakukan dengan cara-cara yang tidak mencerminkan penegak hukum yang profesional," imbuhnya.

Dalam hal ini Usman menyinggung tindakan brutal merespons perusakan atau perobohan pagar Gedung DPR.***

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved