Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) menyampaikan sejumlah permasalahan yang dilaporkan kepada Komisi VI DPR RI, salah satunya mengenai pembahasan yang dilaporkan oleh Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra atas dugaan pencemaran baik.
Pengaduan atas pencemaran nama baik ini dilakukan usai mereka menyampaikan adanya kemungkinan pemberangusan serikat pekerja atau union busting oleh manajemen Garuda Indonesia.
“Kami sudah melaporkan ke Polda terkait pencemaran nama baik, KUHP 310 dan atau 311,” jelas Ketua Umum Serikat Pekerja Karyawan Garuda (Sekarga) Dwi Yulianta dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (19/1). 5/2024).
"Sebenarnya selain kami minta audiensi, kami juga memohon perlindungan terkait kami pengurus anggota Serikat Karyawan Garuda Indonesia terkait dengan laporan manajemen ke Kapolda terkait kontaminasi nama baik, atau fitnah yang saya sebutkan tadi di KUHP 310/311" sambungnya.
Dirut Garuda Indonesia,Irfan Setiaputra saat ditemui di Jakarta, Selasa (30/5/2023)./Bloomberg Technoz-Rezha Hadyan
Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa Sekarga juga telah mendapatkan perlindungan dari beberapa pihak seperti; federasi pekerja BUMN, Kongres Komite Nasional Indonesia, Federasi Transportasi Internasional.
Di sisi lain, Sekjen Sekarga Novri Kurniawan menjelaskan bahwa serikat pekerja tidak banyak menuntut pihak Garuda, karena menurut mereka keadaan perusahaan Garuda tidak dalam keadaan baik-baik saja.
"Serikat-serikat lain mungkin udah demo, udah selesai. Akan tetapi, kami tidak bisa melakukan sesuatu yang kontraproduktif untuk Garuda Indonesia," jelas Novri.
Untuk itu, mereka melakukan langkah-langkah yang lebih produktif untuk menyelesaikan masalah ini seperti menghadirkan Kementerian Ketenagakerjaan hingga mendengar pendapat dengan DPR RI.
“Harapan kami apapun kondisi yang ada di internal dapat diselesaikan melalui jalur komunikasi yang baik,” ungkapnya.
Sebagai informasi, dalam rapat tersebut Sekarga juga menyampaikan sejumlah pelanggaran perjanjian kerja bersama yang dilakukan oleh Garuda Indonesia.
Dengan demikian, pelanggaran yang disebutkan adalah; kebijakan perusahaan yang dinilai melakukan pengurangan pendapatan karyawan secara sepihak, PHK secara sepihak dengan dalih program pensiun dipercepat, mengubah secara sepihak hak-hak karyawan, hingga perusahaan dinilai tidak melaksanakan ketentuan Perundang-undangan terkait pembentukan Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit untuk membangun hubungan industrial yang harmonis.