Hilirisasi nikel merupakan salah satu program yang digadang-gadang oleh pemerintah dalam memaksimalkan eksplorasi tambang nikel di Tanah Air.
Disebutkan dengan hilirisasi, maka pemerintah akan mendapatkan masukan yang lebih besar dibandingkan dengan ekspor bahan mentah.
Akan tetapi omong kosong hilirisasi nikel diungkap oleh Faisal Basri, karena dari perhitungannya pemerintah pendapatannya minus.
“Kita dapatnya minus kok dibilang untung,” ungkap Faisal saat melakukan padcast bersama Novel Baswedan.
Menurut Faisal, beberapa wakru lalu dirinya menghitung bahwa dengan hilirisasi nikel, pemerintah mendapatkan 10 persen dan 90 persen ke luar negeri.
“Mereka dapat tax holyday dapat macam-macam, namun masih ada satu kompenen yang saya belum hitung, yaitu subsidi batubara,” ungkapnya.
Menurut Faisal, smalter yang beroperasi saat ini menggunakan bahan baku batubara dan mereka mendapatkan subsidi dari pemerintah.
“Pada 2022 harga batubara berkisar 345 dolar, namun mereka mendapatkan harga batubara hanya 70 dolar per Metrik ton, dengan subsidi 275 dolar,” terangnya.
Faisal mengatakan bahwa betapa pemurahnya kita memberikan sudsidi kepada negara asing tapi warga negaranya sendiri digencet terus.
Sedangkan dalam podcast lainnya Faisal juga mengatakan bahwa dirinya sendiri juga sempat bertemu dengan Luhut Binsar Panjdaitan dan membicarakan tentang hilirisasi nikel ini.
“Saya sudah sampaikan tentang ini dan mereka mengiyakan,” ungkapnya.
Menurut Faisal salah satu sosok yang berkuasa dan mengorkestrasi dalah Luhut Binsar Pandjaitan.
Faisal mengakui telah bertemu dengan Luhut dan mengatakan bahwa Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia mengatakan bahwa smelter China mendapatkan untung yang sangat besar.
Dalam podcast @gurugembul, Faisal mengatakan bahwa pertambahan nilai dari smalter nikel itu juga dinikmati oleh pemodal yang dalam hal ini adalah pengusaha China.
“Dalam hal ini sebenarnya yang melakukan hilirisai nikel adalah China, di mana dana yang digunakan oeh pengusaha smelter 100 persen banknya dari China,” paparnya.
“Karena pinjamannnya dari bank di China, maka pembayaran bunga bank dari pinjaman itu larinya ke Chia, bahkan Patent Fee juga larinya ke China karena teknologinya dari sana,” terangnya.
Faisal menyempaikan bahwa yang mengenaskan lagi, di mana rata rata pekerja China dapat upah 17 sampai 54 juta per bulan, namun pekerja Indonesia hanya digaji 7 juta rupiah perbulannya.