Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, mengungkapkan keinginannya mengadopsi skema overseas citizenship of India (OCI) dalam merespons isu kewarganegaraan ganda bagi diaspora Indonesia.
Hal ini, menurut Yasonna, diharapkan bisa mengakomodir diaspora Indonesia yang ingin datang ke Indonesia.
"Bergulir kembali pentingnya dwikewarganegaraan tapi dengan model OCI, Overseas Citizenship of India yang dipakai India. Kita mau menerapkan model seperti itu," ujar Yasonna dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Rabu (12/6).
Skema OCI sendiri merupakan bentuk izin tinggal yang memungkinkan diaspora India memiliki hak yang sama dengan warga negara India, kecuali hak politik seperti memilih dan dipilih serta menduduki jabatan pemerintahan. Yasonna menyebut, kebijakan itu untuk mengakomodasi diaspora Indonesia yang ingin kembali ke tanah air dengan niat untuk membangun bangsa.
"Dia dapat mempunyai visa seumur hidup, multiple entry, tapi tidak punya hak politik, tidak boleh memilih, dipilih, tidak boleh memiliki jabatan-jabatan publik, seperti model India begitu," jelas dia.
Lebih lanjut, Yasonna pun menegaskan bahwa Indonesia tetap menganut sistem kewarganegaraan tunggal. Hal itu dilandasi dengan alasan filosofis dan ideologis yang unik terkait kewarganegaraan. Ia pun merujuk pada peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
"Setiap saat kita merevisi UU Kewarganegaraan atau berbicara tentang dwikewarganegaraan ataupun single kewarganegaraan, Indonesia mempunyai sejarah filosofi dan dasar ideologis yang unik, yaitu [peristiwa] 28 Oktober 1928. Satu tanah air, tanah air Indonesia. Satu bangsa, bangsa Indonesia. Satu bahasa, bahasa Indonesia," kata dia.
"Secara jokes saya katakan kalau teman-teman diaspora Indonesia menginginkan dwikewarganegaraan, maka perlu lagi Sumpah Pemuda jilid kedua," pungkasnya.
Sebelumnya, wacana terkait kewarganegaraan ganda sempat diutarakan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. Ia menyebut, pemerintah berencana menawarkan kewarganegaraan ganda bagi diaspora Indonesia yang bekerja pada sektor teknologi digital untuk bekerja di Tanah Air guna meningkatkan talenta digital.
Ia berharap, kewarganegaraan ganda itu bisa membantu perekonomian dan membawa kembali masyarakat yang bertalenta ke Indonesia.
Jika berdasarkan UU 12/2012 tentang Kewarganegaraan RI, Indonesia tak menerima kewarganegaraan ganda. Aturan itu dijelaskan dalam Pasal 21 Ayat 3 yang berbunyi:
Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memperoleh kewarganegaraan ganda, anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Aturan soal kewarganegaraan yang dipegang diaspora atau anak dari WNI yang menetap di luar negeri atau keturunan campuran juga dijelaskan dalam Pasal 6 Ayat 1, 2, dan 3. Yang pada intinya, kewarganegaraan ganda hanya bisa dimiliki hingga usia 18 tahun atau sebelum anak tersebut menikah. Setelah itu mereka wajib memilih kewarganegaraannya.
Artinya, jika Luhut ingin diaspora diberi kewarganegaraan ganda, maka UU Kewarganegaraan RI perlu direvisi.