Penulis buku, Ahmad Bahar menggelar talkshow sekaligus bedah buku teranyarnya berjudul “Gibran The Next President” di Bale Merapi, Jalan raya Ngebo, Wonorejo, Wedomartani, Ngemplak, Sleman pada Jumat (31/05/2024) malam.
Dalam acara tersebut dihadirkan, Wakil Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, Dr. Abdul Ghoffar sebagai narasumber pembedah.
Menurut Ghoffar, buku "Gibran The Next President" karya Ahmad Bahar menarik untuk disimak.
Sebab, dalam buku ini, penulis memunculkan sosok lain dari seorang Gibran yang jarang diungkap ke publik.
Dia menuturkan, dalam buku "Gibran The Next President" ada semacam fenomena posdistopia, yakni pemuda diharapkan untuk melakukan banyak hal, namun di sisi lain tidak disukai jika melakukan banyak hal.
"Nah ke depan bagaimana Gibran nantinya membuktikan kepemimpinannya, yang sebisa mungkin melampaui ayahnya yakni Presiden Jokowi," ucapnya.
Dia mencontohkan, misalnya KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang menurutnya sosok yang super hebat, karena melekat nama Wahid.
Begitu juga dengan ayah Gus Dur, Wahid Hasyim, dan kakeknya yakni KH. Hasyim Asy’ari yang juga sangat hebat.
"Jadi memang dalam budaya jawa ini, pemimpin memang sudah disiapkan seperti raja-raja terdahulu," pungkasnya.
Sementara itu, penulis “Gibran The Next President” mengaku tergerak menulis buku tentang sosok wakil presiden (wapres) terpilih, Gibran Rakabuming Raka ini karena banyak sisi unik dan menarik yang bisa dikulik dari sudut pandang Budaya Jawa.
Penulis yang telah menulis lebih dari 100 buku ini mengungkapkan, ada beragam informasi dan berita mengenai putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini. Namun hampir semuanya diurai dalam topik politik.
Bahkan, ada banyak orang yang menduga bahwa buku ini berisi tentang upaya Gibran dalam memenangkan kontestasi Pilpres 2024. Padahal, buku ini sesungguhnya membahas soal Gibran sebagai peristiwa budaya.
Penulis berusia 60 tahun ini menjelaskan, dalam budaya Jawa ada banyak ungkapan yang memiliki makna luhur dan tradisi budaya yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan kebangsaan.
"Gibran digambarkan beberapa kali melanggar tradisi dan budaya Jawa. Mungkin penyebabnya akibat ketidaktahuan atau pura-pura tidak tahu. Sebagai calon pemimpin masa depan banyak hal yang dicoba dibahas keterkaitannya soal Gibran sebagai peristiwa budaya dalam buku ini," ucap Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.
Di sisi lain, kata Bahar, dalam budaya Jawa, raja atau dalam konteks Indonesia kini adalah seorang presiden, dan sering digambarkan sebagai Ratu Adil.
Lahirnya Ratu Adil biasanya didahului dengan goro-goro (huru-hara), dan kemunculan Gibran sebagai cawapres dari presiden terpilih Prabowo Subianto diawali dengan serangkain ‘goro-goro’ kontroversi di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Gibran mungkin akan memerankan sosok Ratu Adil yang ditunggu kehadirannya kelak. Entah kapan. Sosok nyentrik, unik, kalem, sedikit senyum itu oleh banyak orang diprediksi bakal masuk radar dalam recruitment kepemimpinan nasional," ujar penulis kelahiran Blitar Jawa Timur ini.
"Boleh Jadi, dengan keterlibatannya dalam politik praktis sebagai calon wakil presiden, ini sebuah simbol atau pertanda bahwa bahwa genderang perang telah dimulai untuk menjadi The next Presiden," tandasnya.
Bahar menegaskan, Gibran juga bukan sosok yang ‘distir’ atau dikendalikan oleh ayahnya, Presiden Jokowi.
Sejauh yang ia tahu, Gibran adalah pribadi yang independen dan tidak mudah diatur-atur, bahkan oleh seorang Jokowi.
"Jadi salah kalau selama ini ada yang bilang Mas Gibran ini distir pak Jokowi. Apa yang dilakukan itu atas kemauannya sendiri. Ini juga yang membuat saya memberi sub judul Buku ini: Aku Bukan Anak Kecil, Aku Bukan Anak Ingusan, Aku Adalah Gibran," tukas Penulis yang kini berdomisili di Cimanggis, Depok, Jawa Barat ini.
Keyakinan Bahar atas prediksinya tersebut bukan tanpa alasan. Ia menyusun buku "Gibran The Next President" ini Sejak 14 Februari 2024 atau saat hari pemungutan suara PEMILU.
Namun jauh sebelumnya juga pernah pernah menulis buku tentang Gibran berjudul Menang ora opo-opo, Kalah yo uwis, ketika kakak Kaesang Pangarep ini akan maju sebagai Wali Kota Solo.
Akan tetapi, ia menggunakan nama pena ‘Juminem dkk’, lantaran menulis tentang Putra Iriana Jokowi ini, cukup sensitif saat itu.
"Artinya, saya telah punya sejarah menulis tentang Mas Gibran, sebelum menjadi wali kota Solo dan ternyata beliau benar-benar menang di Pilkada Kota Solo. Soal prediksi saya dulu juga pernah menulis buku Sembilan Alasan Kenapa Memilih Jokoo (double ‘O’) dimana huruf ‘O’ pertama bergambar Jokowi dan ‘O’ kedua bergambar JK (Jusuf Kalla). Itu jauh sebelum Pilpres 2014. Alhamdulillah prediksi saya benar," ujarnya.
Acara launching dan bedah buku yang dihadiri tokoh masyarakat, akademisi, budayawan dan wartawan tersebut diakhiri dengan lelang buku yang diterbitkan oleh Hikam Media Utama Bantul Yogyakarta ini.
Lelang dibuka dengan penawaran terendah atau terserah peminat, bahkan dengan nilai nominal di bawah harga jual buku Rp25 ribu.
Sebelumnya lelang buku juga sudah dilakukan di berbagai daerah dan tak sedikit peminat yang meminang buku setebal 136 halaman ini dengan harga puluhan juta rupiah.
"Sebagian besar hasil penjualan buku ini nantinya akan digunakan untuk membangun dua pesantren saya di Jakarta dan Jawa Timur," tutup Ahmad Bahar.