Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Saat Putusan MA terkait Batas Usia Calon Kepala Daerah Dihujani Kritik

 

Putusan Mahkamah Agung (MA) yang memperluas tafsir syarat usia calon kepala daerah dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 menuai kritik dari pakar dan sejumlah pengamat politik.

Dalam putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 menyebutkan, batas usia 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati atau wali kota diubah menjadi berlaku saat pelantikan kepala daerah terpilih. Sebelumnya, ketentuan itu berlaku ketika penetapan bakal calon menjadi calon kepala daerah.

Lantas, apa kritik dari pakar dan sejumlah pengamat politik terkait hal itu? Berikut pernyataan mereka seperti dirangkum dari Tempo.

Perludem: MA telah gagal tafsir

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati alias Ninis mengatakan, putusan MA itu mirip dengan perubahan batas usia calon presiden yang dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden atau Pilpres 2024 lalu.

MK ketika itu mengubah aturan batas usia calon presiden dan wakil presiden minimal 40 tahun dengan menambahkan kalimat “atau pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu atau Pilkada”.

“Usaha yang dilakukan Partai Garuda memiliki kemiripan dan cenderung sama dengan apa yang pernah dilakukan dalam pengujian syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden,” kata Ninis dalam keterangan tertulis pada Kamis, 30 Mei 2024.

Kemiripan itu, kata Ninis, salah satunya terlihat dari adanya pihak yang diuntungkan dari perubahan batas usia.

“Pengujian ini mencoba ‘mengotak-atik’ dan mencari celah peraturan perundang-undangan terkait Pemilu/Pilkada untuk kebutuhan kelompok tertentu,” ucap Ninis.

Diketahui, putusan MK sebelum Pilpres 2024 lalu memberikan jalan bagi putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi, yaitu Gibran Rakabuming Raka, untuk menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto.

Kali ini, putusan MA dinilai bisa membuka peluang untuk Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, untuk maju Pilkada 2024 sebagai calon gubernur atau wakil gubernur.

Selain itu, Perludem menilai MA telah mencampuradukkan syarat calon untuk menjadi kepala daerah dengan syarat pelantikan calon kepala daerah.

“MA telah gagal dalam menafsirkan ketentuan yang mengatur syarat calon, bukannya syarat pelantikan calon terpilih,” ujar Ninis.

Ninis mengatakan kedua terma tersebut merupakan situasi yang memiliki akibat hukum berbeda dan tidak bisa dicampuradukkan. Apalagi, Nini berujar, UU Pilkada tidak mengenal adanya persyaratan pelantikan bagi calon terpilih setelah penetapan hasil oleh KPU.

“Sebab status calon terpilih hanya didapatkan oleh calon kepala daerah yang mendapatkan suara terbanyak setelah proses pemungutan suara, dan sudah ditetapkan KPU menjadi calon terpilih,” kata dia.

Pengamat: Langgengkan dinasti politik

Sejumlah pengamat politik pun turut menyoroti keputusan MA yang menambah tafsir ihwal syarat usai calon kepala daerah di pilkada 2024.

Analis Politik Adi Prayitno mengatakan, dengan adanya putusan MA ini, Kaesang memiliki peluang besar untuk mencalonkan diri menjadi calon gubernur atau wakil gubernur.

Namun, katanya, dengan kapasitas Kaesang yang saat ini berstatus sebagai ketua umum partai, putra presiden, serta adik dari wakil presiden terpilih, pelik rasanya Kaesang tak memanfaatkan peluang ini.

“Dan lebih lucu lagi jika benar maju tapi jadi hanya wakil gubernur,” kata Adi saat dihubungi pada Kamis, 30 Mei 2024.

Kaesang, menurut dia, memang tidak memiliki cukup pengalaman dalam urusan pemerintahan. Namun, elektabilitas dan popularitasnya cukup mendukung untuk maju di palagan Pilkada.

"Dia representasi anak muda. Juga terdampak efek ekor jas Presiden Jokowi," ucap Adi.

Peneliti Populi Center Usep Saepul Ahyar berpendapat, majunya Kaesang ke Pilkada Jakarta dengan memanfaatkan putusan MA akan berdampak pada semakin meningkatnya sentimen negatif terhadap keluarga Solo-keluarga Presiden Jokowi.

“Ini sama saja melanggengkan dinasti politik,” ujar Usep.

Sementara Pakar Kepemiluan Universitas Indonesia Titi Anggraini menyebut, putusan MA yang mengubah ketentuan usia calon gubernur dan wakil gubernur tidak boleh diberlakukan pada Pilkada 2024 . Hal ini, kata dia, agar MA terhindar dari tuduhan terlibat dalam cawe-cawe politik.

“Pemberlakuan ketentuan tersebut pada Pilkada berikutnya, bukan pada pilkada 2024, akan menjaga pengadilan dari tuduhan cawe-cawe politik serta menerapkan aturan yang tidak adil dalam proses pencalonan,” ujar Titi saat dihubungi pada Kamis, 30 Mei 2024.

Titi mengatakan, persyaratan usia diatur dalam UU Pilkada. Oleh karena itu, kata Titi, jika ada ketidakjelasan dalam penerapannya dan dianggap menimbulkan terbukanya hukum, maka ruang pengujiannya bukan ke Mahkamah Agung, tapi langsung ke Mahkamah Konstitusi.

“Sebab KPU adalah regulator teknis yang mengatur proses penyelenggaraan dan manajemen tahapan Pilkada yang menjadi tugas dan kewenangannya,” ujar Titi.

Sebelumnya, Partai Garuda mengajukan permohonan izin hak uji materiil terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat Atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

Partai Garuda meminta MA memperluas syarat tafsir minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur, dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota, terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.

MA mengabulkan permohonan Ridha untuk mengubah aturan syarat usia calon kepala daerah itu. Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 itu dibacakan pada hari Rabu, 29 Mei 2024. “Mengabulkan permohonan persetujuan hak uji materiil dari Pemohon: Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda) tersebut,” demikian amar putusan MA, yang dikutip, Kamis , 30 Mei 2024.

MA mengubah bunyi pasal tersebut menjadi, “Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota dihitung sejak pelantikan pasangan Calon terpilih.”

Berdasarkan aturan MA saat ini, Kaesang dinilai bisa memenuhi syarat usia sebagai calon kepala daerah di tingkat provinsi. Hal ini karena amar keputusan MA yang mengubah usia minimal 30 tahun termasuk setelah pelantikan calon, bukan sejak penetapan. Padahal, Kaesang yang lahir pada 25 Desember 1994 itu belum genap berusia 30 tahun saat pendaftaran nanti.

Sumber Berita / Artikel Asli : tempo

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved