Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengungkapkan kecurangan pemilu yang melibatkan pemerintah tidak hanya pada Pemilu 2024 tetapi sudah terjadi sejak 2019.
Pernyataan itu Mahfud sampaikan dalam seminar Pelaksanaan Pemilu 2024: Evaluasi dan Gagasan ke Depan di Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta pada Rabu (8/5/2024).
"Pemilu itu selalu curang, tapi sampai dengan tahun 2014, kecurangan itu sifatnya horizontal, antar kontestan, pemerintah tidak ikut curangi. Tapi sejak tahun 2019 sampai sekarang, ditengarai kecurangan bergeser lagi, bukan hanya horizontal, sekarang vertikal," ungkap Mahfud seperti yang disiarkan kanal YouTube Fakultas Hukum UII, Rabu (8/5/2024).
Dia menjelaskan, kecurangan pemilu secara vertikal merupakan gaya pemerintah Orde Baru. Pada masa itu, siapa yang kalah dan menang sudah ditentukan sebelum pemungutan suara.
Notabenenya, lanjut Mahfud, praktek tersebut sudah bisa dihilangkan sejak Era Reformasi. Kecurangan bergeser sebatas hanya antar kontestan pemilu.
"Tetapi sejak 2019, bergeser menjadi horizontal lagi, ditengarai yaitu kecurangan melalui mobilisasi aparat dan menggunakan fasilitas negara secara samarkan. Fasilitas negara dipakai, tapi dipakai alasan-alasan aturan yang ada, 'Enggak apa-apa, ini berdasar ini, berdasar itu'," jelasnya.
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini pun meyakini kini kecurangan pemilu menjadi terstruktur, sistematis, dan masif. Oleh sebab itu, dia meminta para kelompok masyarakat sipil dan akademisi tidak tinggal diam.
Mahfud meminta setiap pihak terima putusan MK yang menolak seluruh permohonan perkara hasil Pilpres 2024. Meski demikian, putusan MK itu harus tetap dikaji agar ada perbaikan untuk pemilu ke depan.
"Saya bayangkan, kalau kita diam, membiarkan suatu pemerintahan berjalan tanpa pengawasan dalam kategori yang benar, ya kita khawatir negara nanti rusak," ujarnya.