Oleh : *Ahmad Khozinudin* - Sastrawan Politik
Masalah ekonomi terletak pada distribusi, bukan produksi. Berapapun capaian pertumbuhan, jika distribusinya tidak adil dan merata, maka masalah ekonomi tetap tak bisa diatasi. Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, adalah dampak dari tidak meratanya distribusi ekonomi ditengah manusia.
Kasus Crazy Korupsi Tata Niaga Timah yang menjerat Helena Lim dan Harvey Moeis, membuat kita berfikir keras. Bagaimana mungkin, timah yang merupakan hasil alam, karunia Allah SWT, bisa secara bebas ditambang oleh swasta? Bukankah, Helena Lim dan Harvey Moeis tidak pernah menanam timah, tidak pernah mengembangbiakan timah, namun kenapa mereka bisa bebas menambang timah? Mengapa mereka bebas mengeruk kekayaan tambang?
Perusahaan-perusahaan milik swasta, seperti milik Luhut Panjaitan, Bahlil Lahadalia, Boy Tohir, Sandiaga Uno, Group Sinarmas, kenapa mereka semua bisa menguasai tambang? Menguasai hutan? Kenapa Amerika melalui Freeport bisa menguasai tambang emas Papua? Kenapa perusahaan China bisa banyak mengelola konsesi tambang nikel?
Padahal, semua barang tambang itu ciptaan Allah SWT. Tidak ada peran manusia, berbeda dengan tanaman seperti durian dan semangka. Boleh saja swasta menguasai pertanian durian dan semangka, karena mereka menanam dan mengelolanya maka berhak atas hasil penennya. Tetapi tidak dengan hasil tambang.
Salah satu penyebab kekayaan tidak merata, hanya dinikmati oleh segelintir orang kaya dalam sistem ekonomi kapitalis adalah ide kebebasan kepemilikan (free ownership). Ide ini, menyebabkan siapapun pemilik kapital dapat memiliki dan menguasai harta jenis apapun.
Akibatnya, terjadi akumulasi kapital berupa penumpukan kekayaan pada orang tertentu. Orang yang memiliki kapital bebas memiliki tambang, hutan, laut, dan berbagai barang yang menguasai hajat publik. Akibatnya, hajat publik terhalang, publik baru bisa memenuhi hajatnya setelah membayar harga yang telah ditetapkan oleh para kapitalis.
Akibatnya, terjadi penzaliman oleh beberapa individu (kaum kapitalis) kepada mayoritas rakyat. Di era Neo kapitalisme, negara bahkan melayani kepentingan para kapitalis dengan mengeluarkan UU dan kebijakan pro kapitalis, yang bertujuan memindahkan harta dari kantong rakyat ke kantong para kapitalis (baca juga: oligarki).
Adapun sistem sosialis, telah meniadakan hak atas individu. Atas klaim milik bersama, milik komunal, milik sosial bersama, negara memonopoli harta dan hanya negara yang berhak memiliki dan menguasai harta. Individu rakyat hanya dianggap 'buruh negara', dimana kebutuhan mereka hanya dipenuhi dengan asas andil dalam produksi dengan kaidah 'setiap orang bekerja sesuai dengan kemampuannya dan mendapatkan bagian sesuai dengan kebutuhannya'.
Akibatnya, dalam sistem sosialis produksi merosot. Tak ada motivasi bagi individu untuk berproduksi maksimal, karena seberapapun andil yang diberikan dalam proses produksi, toh bagian hasil produksinya hanya sebatas untuk mencukupi kebutuhan. Tak ada motivasi bekerja agar bisa kaya dalam sistem sosialis.
Akibat sistem zalim dan tidak sesuai fitrah ini, yang menentang naluri manusia ingin punya harta dan kaya, negara yang menganut sistem sosialisme ini pun runtuh. Uni Soviet resmi diumumkan bubar pada tahun 1991.
Atas nama negara, sosialisme telah melakukan kezaliman terhadap individu rakyat. Atas nama negara, semua harta dikendalikan negara dan rakyat hanya mendapatkan bagian sekedar untuk menyambung hidup.
Ada juga, negara yang mengadopsi sosialisme dalam politiknya seperti China, kini telah mengadopsi kapitalisme dalam sistem ekonominya, seperti yang terjadi di China. Hari ini, secara politik China menganut komunisme. Secara ekonomi, China mengadopsi kapitalisme liberal.
Sementara Islam yang diterapkan dalam institusi Khilafah, telah memberikan jalan keluar yang memungkinkan individu untuk kaya, terpenuhinya kebutuhan hajat kolektif rakyat, dan peran negara untuk mengatur dan mengelola harta agar terdistribusi secara adil baik melalui mekanisme ekonomi maupun non ekonomi.
Islam memberikan jaminan atas distribusi harta ditengah manusia melalui penerapan syariah Islam, dengan mengatur kepemilikan menjadi tiga jenis, yaitu :
*Pertama,* jenis harta yang terkategori kepemilikan individu (Al Milkiyatul Fardiyah). Harta jenis ini meliputi seluruh harta yang boleh dimiliki individu, seperti tanah, rumah, kendaraan, barang konsumsi, industri produk privat, binatang ternak, emas, perak, dan berbagai jenis harta milik pribadi lainnya. Jenis harta ini boleh dimiliki dan diupayakan oleh individu rakyat, baik dengan bekerja maupun berniaga, termasuk dengan bertani dan beternak.
*Kedua,* jenis harta yang terkategori kepemilikan umum (Al Milkiyatul Ammah). Harta jenis ini meliputi seluruh harta yang tidak boleh (haram) dimiliki individu, seperti tambang yang melimpah, hasil hutan, sungai sungai, laut, padang gembalaan, pulau, selat, dan jenis harta lainnya yang menguasai hajat hidup orang banyak, dimana manusia berserikat dalam kepemilikannya.
Harta jenis ini, hanya negara yang berhak mengelolanya dan mengembalikan hasilnya kepada rakyat. Saat negara yang mengelola, orientasinya adalah kemaslahatan rakyat bukan provit.
Karena itu, eksploitasi tambang oleh negara harus memikirkan kelestarian lingkungan. Biaya recovery tambang tidak dianggap sebagai faktor yang menggerus keuntungan, melainkan justru bagian dari upaya negara untuk menjamin kemaslahatan hajat rakyat.
*Ketiga,* jenis harta yang terkategori kepemilikan negara (Al Milkiyatul Daulah). Harta jenis ini meliputi seluruh harta yang tidak boleh (haram) dimiliki individu, dan hanya menjadi milik dan wewenang negara selaku otoritas yang diberi mandat oleh Syara' untuk mengelolanya.
Harta milik negara ini seperti Ghanimah, Usyur, Fa'i, Kharaj, Rikaz, Harta Waris yang tak ada ahli warisnya, harta orang murtad yang dieksekusi, harta sitaan dari pejabat yang curang, dan pengelolaan harta zakat yang menjadi wewenang negara (Khilafah) yang ditempatkan pada pos khusus untuk 8 asnaf zakat.
Dengan pembagian dan batasan kepemilikan ini, akan memungkinkan setiap individu berkreasi dan berusaha untuk meningkatkan produksi dan memperoleh kekayaan tanpa berbuat zalim kepada masyarakat. Negara juga bisa menjalankan kewajibannya untuk mewujudkan kemaslahatan umum karena memiliki sumber pemasukan dari harta jenis milik umum dan milik negara, dan masyarakat dapat bersinergi dengan negara untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.
Konsep pembagian kepemilikan ini, akan menghalangi negara berbuat zalim kepada individu rakyat seperti praktik ekonomi dalam sistem sosialis, sekaligus akan menjamin tidak ada individu atau swasta rakus yang bisa menguasai harta dan berbuat zalim pada mayoritas rakyat seperti yang terjadi dalam sistem ekonomi kapitalis. Pada saat yang sama, negara bisa melakukan intervensi ekonomi secara langsung dengan menerapkan saksi hukum bagi individu yang merampas hak publik seperti menguasai tambang, juga menyelesaikan berbagai problem ekonomi khususnya pemenuhan kebutuhan dasar rakyat melalui mekanisme non ekonomi baik dengan pendistribusian harta zakat, harta sedekah, juga harta iqtho' (pemberian/subsidi) dari negara kepada rakyat.
Konsep Islam yang agung ini, hanya bisa diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah. Karena itu, syariah & Khilafah adalah paket komplit yang tak dapat dipisahkan, sebagai solusi kongkrit untuk menyelesaikan berbagai sengkarut persoalan negeri termasuk dalam bidang ekonomi. [].