Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Sudah saatnya, umat Islam bangkit dan meninggalkan perjuangan melalui sistem demokrasi. Sebab, dalam sistem demokrasi Umat hanya dijadikan budak politik agar para elit dan parpol naik ke tampuk kekuasaan.
Dalam proses Pemilu, umat hanya diberi posisi untuk memilih, demo dan perang medsos. Sementara hal-hal yang strategis, seperti siapa Capres Cawapres yang diusung, mau berkoalisi dengan partai apa, apakah akan ajukan hak angket untuk melawan kecurangan Pemilu, merapat atau menjadi oposisi, semua itu menjadi wewenang elit dan parpol.
Dalam Pilpres 2019 lalu contohnya, saat umat sudah memilih, perang medsos hingga demo berjilid-jilid mendukung Prabowo, setelah kalah Prabowo tanpa memikirkan aspirasi umat langsung merapat ke kubu Jokowi. Jadi, pilihan politik bergabung dengan kekuasaan tak pernah melibatkan umat. Umat hanya dijadikan budak politik, hanya diambil suaranya di TPS, dimanfaatkan semangatnya untuk perang medsos, dan dimanfaatkan massanya untuk kampanye dan demo.
Pada Pemilu 2024 ini pun sama. Umat hanya diambil suaranya di TPS, dimanfaatkan semangatnya untuk perang medsos, dan dimanfaatkan massanya untuk kampanye dan demo. Keputusan NasDem menerima hasil Pemilu dan memberi ucapan selamat kepada Prabowo, tak pernah melibatkan umat. Parpol lainnya pun, setelah putusan MK dan kalah, nantinya juga jika merapat tak akan pernah meminta pendapat dan restu umat.
Ibaratnya, umat hanya dijadikan pendorong mobil mogok. Waktu mogok, diperlukan. Setelah mesin hidup, ditinggal.
Soal angket Pemilu curang juga sama. Akhirnya parpol dan elit bungkam. Padahal, sebelumya koar-koar akan melawan kecurangan dengan hak angket. Sekarang? Melempem!
Setelah kekuasaan berjalan, umat juga tak dibutuhkan. Saat menyusun UU dan kebijakan, umat suaranya tidak direken (Jawa: tak digubris). UU semuanya pro kapitalis, asing dan aseng. Tak ada yang pro umat, apalagi pro syariat Islam.
Selama lima tahun berkuasa, para elit dan parpol sibuk bancakan kekuasaan. Menjauh dan melupakan umat.
Setelah mendekati musim Pemilu, barulah mereka memakai bedak citra, mendekati umat seperti pahlawan. Sibuk berjanji lagi, dan pada akhirnya umat kembali difungsikan sama. Umat hanya diambil suaranya di TPS, dimanfaatkan semangatnya untuk perang medsos, dan dimanfaatkan massanya untuk kampanye dan demo.
Tekanan demo dari umat, dijadikan alat tawar oleh elit politik untuk bernegosiasi dengan kekuasaan. Umat yang panas dan berdarah darah demo, elit dan parpol yang dapat jatah kue kekuatan. Contohnya, demo pilpres 2019 untuk mendukung Prabowo.
Karena itu, umat harus segera mengambil keputusan untuk meninggalkan demokrasi dan memilih jalan dakwah untuk menegakkan syariah & Khilafah, dengan alasan sebagai berikut:
Pertama, umat memiliki peran sentral dalam perjuangan syariah & Khilafah. Umat tidak hanya diambil suaranya untuk ke TPS, perang medsos atau demo, tetapi sejak awal umat memiliki peran sentral agar perjuangan syariah & Khilafah berada di jalur koridor hukum Syara'.
Umat bukan saja menjadi aktor politik dengan dakwah politik untuk memahamkan umat akan pentingnya syariah & Khilafah, melainkan umat juga mengontrol para tokoh pergerakan agar taat syariah, tetap dalam koridor syariah, dan tidak menyelisihi hukum Syara'.
Kedua, perjuangan penegakan syariah & Khilafah tidak menggunakan jalur Pemilu, kudeta, people power atau pemberontakan. Melainkan hanya dengan dakwah, secara pemikiran dan politik, meraih dukungan umat dan ahlul Nushroh.
Sehingga, metode dan tahapan ini menjadi garansi bagi umat para pejuangnya tidak akan mengkapitalisasi dukungan umat untuk tujuan kekuasaan, seperti yang dilakukan oleh para caleg, Capres dan Parpol dalam sistem demokrasi. Umat dan para tokohnya, dapat terus bersinergi untuk meraih tujuan dakwah.
Ketiga, desain perjuangan syariah & Khilafah sejak awal selaku melibatkan umat dan berbasis pada umat, melalui jalan umat ('an thariqul ummat). Sehingga, seluruh tahapannya pasti melibatkan umat.
Misalnya, umat punya peran sentral agar calon Khalifah memenuhi syarat (muslim, laki laki, dewasa, berakal, merdeka, adil dan memiliki kemampuan mengemban amanah kekhilafahan), dan memastikan sosok calon Khalifah yang akan dibaiat benar-benar atas ridlo dan pilihan umat. Bukan sepihak ditentukan oleh elit dan parpol seperti dalam sistem demokrasi.
Keempat, saat Khilafah tegak, objek penerapan syariah adalah kekuasaan dan umat. Karena itu, umat yang paham akan syariah Islam akan sangat membantu kinerja pemerintahan khilafah dalam menerapkan hukum syariah dalam mengelola pemerintahan.
Umat juga menjadi mitra utama Khilafah, untuk menjaga negara dan penerapan hukum hukumnya. Menerapkan syariah Islam di dalam negeri, mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru alam.
Karena itu, melalui tulisan ini penulis mengetuk pintu hati para ulama, para habaib, para tokoh, aktivis dan mahasiswa, para penguasa, serta segenap elemen umat untuk terlibat dalam proyek besar menegakkan Daulah Khilafah. Sudah saatnya, umat punya proyek sendiri dan mengakhiri proyek para oligarki, elit dan parpol yang berulangkali menipu umat melalui sistem demokrasi. [].