KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut adanya pengaruh bantuan sosial (bansos) dalam menarik minat masyrakat memilih calon tertentu. Klaim itu didasari hasil kajian yang dibuat oleh Lembaga Antirasuah.
“(Dari) kajian soal pemilih,” kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri, Rabu (20/3).
Ali enggan memerinci kajiannya. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut kajian itu dimasukkan dalam monitoring center pervention (MCP) 2024.
Dalam kajian itu, KPK membuat pantauan terhadap pelaksanaan anggaran hibah, bansos, dan pokok pikiran (pokir) di daerah. Data yang dimiliki Lembaga Antirasuah menyebut dana yang digunakan untuk bansos meningkat menjelang Pilkada 2024.
Menurut dia, kenaikan itu patut dicurigai. Sebab, kata Alex, petahana seakan menggunakan cara curang untuk menarik simpati masyarakat. Dia meminta pembagian bansos disetop jelang pilkada.
“Saya berharap ada perda atau apa pun nanti yang melarang penyaluran bansos dua bulan atau tiga bulan sebelum pilkada. Jangan ada penyaluran bansos sebelum pilkada,” kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Menurut Alex, kajian yang dibuat KPK menyebutkan masyarakat lebih cenderung memilih calon yang memberikannya uang atau barang. Dia bakal pernah mendapatkan aduan langsung karyawannya di rumah.
“Saya dengar dari orang yang bekerja di rumah saya, tetangga-tetangga. Cerita kemarin dapat amplop sampai lima, empat, enam, dijumlahkan Rp 1 juta lebih satu orang,” ucap Alex.
Karenanya kajian itu dimasukkan dalam MCP 2024. KPK harap pemerintah daerah bisa membenahi trik curang menjadikan bansos sebagai strategi kampanye.
“Makanya menjadi program MCP tahun 2024 itu memantau anggaran hibah, bansos, dan pokir," tutur Alex.