Mencuat isu Presiden Jokowi bakal menjadi Ketua Umum Partai Golkar pada Musyawarah Nasional (Munas), yang rencananya akan digelar pada Desember 2024 mendatang.
Isu itu pun menyita perhatian elite politik hingga pengamat politik dan Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari.
Dalam hal ini, Qodari mengaku memiliki pandangan yang berbeda dengan hal tersebut.
“Nah saya mungkin berbeda dengan beberapa pandangan atau analisa yang berkembang, menurut saya Pak Jokowi tidak akan masuk ke Partai Golkar dia tidak akan menjadi ketua umum dan dia akan tetap menjadi tokoh yang berada di atas semua partai politik,” kata Qodari, Selasa (12 /3/2024).
Diketahui, sejumlah nama muncul menjadi kandidat ketua umum Partai Golkar. Mereka adalah Airlangga Hartarto, Bambang Soesatyo, Bahlil Lahadalia, dan Agus Gumiwang Kertasasmita.
Namun selain nama-nama yang beredar, Qodari menyebut satu nama yang berpotensi menjadi Ketum Golkar itu, yakni Gibran Rakabuming Raka.
"Sejujurnya menurut saya ada satu calon yang juga sangat potensial untuk menjadi ketua umum Golkar ke depan yaitu Gibran Rakabuming Raka," beber Qodari.
Di sisi lain, Qodari sampaikan, dua alasan putera sulung Presiden Jokowi itu layak menahkodai Partai Golkar.
Pertama, Gibran tidak lama lagi menduduki posisi strategis sebagai orang nomor dua di Indonesia jika dilantik menjadi wakil presiden pada Oktober 2024.
Selama ini, karakteristik Partai Golkar memiliki kecenderungan sebagai partai yang melekat sebagai bagian dari pemerintahan tentunya linier dengan Gibran sebagai wapres sekaligus ketua umum Partai Golkar.
Qodari mengenang saat wakil presiden (wapres) ke-10 dan 12 Jusuf Kalla pertama kali menjabat pada periode 2004-2009.
Pada saat yang sama, JK juga berhasil menduduki ketua umum Golkar.
“Jadi kira-kira pengalaman Pak JK itu menjadi pertanda suasana kebatinan yang sangat kuat di Partai Golkar untuk memiliki kaki atau akses di pemerintahan,” tutupnya.
Alasan kedua, kata Qodari, Partai Golkar ke depan harus berorientasi pada pemilih anak muda karena mayoritas berasal dari kalangan muda.
Oleh karena itu, tantangannya partai Golkar juga harus diisi oleh banyak anak-anak muda.
“Partai Golkar ini adalah partai yang tua, partai besar dan kalau kita bicara mengenai pemilih pada hari ini dan pemilih di masa yang akan datang, saya kira Partai Golkar mengalami tantangan bagaimana agar partai ini bisa menjadi partai yang punya orientasi kepada anak muda dan punya tokoh yang juga berasal dari anak muda,” katanya.
Lebih jauh Qodari menyampaikan, akan sangat menarik jika Golkar memiliki tradisi baru yaitu dipimpin oleh anak muda dalam hal ini Gibran Rakabuming Raka, bukan lagi dari politisi senior sebagai pucuk pimpinannya.
Dengan dipimpin anak muda, Qodari menilai peluang partai Golkar secara elektoral naik signifikan di masa depan akan terbuka lebar, melihat pengalaman Pilpres 2024 di mana pasangan Prabowo-Gibran juga begitu dominan di kalangan muda.
Kita lihat dari berbagai survei dan exit poll bahwa memang pemilih Prabowo-Gibran itu mayoritas di semua kelompok usia tetapi khusus untuk generasi milenial dan generasi Z proporsinya jauh lebih tebal dibandingkan dengan generasi baby boomers atau generasi X, jadi itu satu indikasi menurut saya bahwa Gibran memiliki daya tarik yang sangat kuat pada anak-anak muda,” pungkas Qodari.
Bagi Qodari, Gibran adalah sosok yang tepat untuk memimpin Golkar karena memiliki daya magnet untuk mengatrol suara Golkar dengan paradigma dan orientasi membawa Indonesia maju di tahun 2045 mendatang.
Jadi, lanjut Qodari, kalau bicara daya tarik elektoral, maka Gibran adalah magnet bagi anak-anak muda dalam politik.
Dia yakin hal itu bisa menjadi variabel penambah suara bagi Partai Golkar jika menjadikan Gibran sebagai ketua umum.
“Di luar bahwa nanti nanti program-program Partai Golkar juga akan diwarnai oleh alam pikir atau paradigma berpikir yang berorientasi pada anak muda dan generasi masa depan serta berorientasi pada pemikiran Indonesia maju 2045 yang akan datang,” ujar Qodari.